Friday, June 27, 2014

RAMADHAN


Marhaban Yaa Ramadhan. Kami sekeluarga mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa kepada para sahabat muslimin dan muslimat. Semoga amal ibadah kita di bulan suci Ramadhan ini diterima Allah Yang Maha Kuasa.


di sini
bertumpu dua kaki
tak bermata air
jalan liku berbatu
bukit bercuram
terjal
gurun gersang kering kerontang

ya Alloh ya Rabbi
izinkanlah langkah kaki ke arah seberang
di mana bayang berteduh
padang rumput berbalur embun pagi
kurma berumbai
danau bening beralas pelangi
liuk bayu menghentak rebana dan kecapi

ya Alloh ya Rabbi
bersama redha-Mu ya Alloh
kan kulalui Ramadhan suci ini

Amin Ya Rabbal Alamin.


Wassalam,
Raymond, Debby dan Leonard Liauw

Wednesday, June 25, 2014

KILAU DI BALIK MENDUNG (Cerita Bersambung)

BAGIAN I

Berjalan melintasi rimba, menelusuri jalan setapak. Gesekan daun daun kering menuntun langkahku yang berteduh di balik ranting ranting pohon agar poriku tak tergores matahari. Perjalanan ini sangatlah jauh dan melelahkan, namun, angin memberiku kekuatan untuk tetap bertahan menuju kilau di seberang sana. Kilau yang begitu terang dan menyejukan.

Aku dilahirkan dan dibesarkan bukanlah dari keluarga kaya. Beruntung sekali ada keluarga yang baik hati memberi beasiswa kepadaku untuk melanjutkan kuliah di Trisakti. Ibuku adalah seorang janda yang bekerja pada sebuah panti asuhan anak terbelakang mental yang lokasinya hanya berjarak 10 menit dengan berjalan kaki dari rumah kontrakan kami.

Ibu dapat dikatakan agak pendiam dan tertutup mengenai kehidupan masa lalunya, bahkan hampir tidak pernah menceritakan siapa ayahku yang sebenarnya. Ibu hanya pernah bilang bahwa ayahku meninggal karena sakit sebelum usiaku genap 1 tahun dan sejak saat itu ibu tidak pernah menikah lagi, bahkan foto ayahkupun ibuku tak punya. Sejak masa kecilnya ibu lebih banyak menghabiskan waktunya di Panti Asuhan tersebut dan belum pernah tau siapa ayah ibunya, jadi sampai usiaku yang kini sudah mendekati 21 tahun ini aku juga tidak pernah tau siapa kakek nenekku.

Aku yakin masakan ibuku adalah yang ternikmat di dunia. Sambil menyantap ikan goreng dan tahu bacem saat makan malam, aku bilang “bu, mulai besok aku sudah liburan semester jadi rencananya aku mau ikut ibu ke Panti untuk bantu bantu di sana”.

Lalu kata ibuku “oh…iya Roy, boleh saja” “Kebenaran Ibu Sumiati baru saja mengundurkan diri dan pulang ke kampungnya di Jember kemarin.
Ibu Sumiati adalah sahabat baik ibuku yang sudah mengabdi di panti asuhan tempat ibuku bekerja, selama lebih dari 10 tahun. 

Di setiap kesempatan ngobrol bersama, ibuku sering menanamkan petuah petuah nya ke dalam diriku. Ibuku bilang bahwa untuk melakukan segala perbuatan baik janganlah pernah melihat apa agamanya, sukunya, bangsanya atau bahasanya. Kitapun tidak harus terperangkap dengan berbagai perdebatan agama ini dan agama itu karena agama apapun yang pengajarannya bersumber dari Allah Sang Pencipta akan mengajarkan suatu kebaikan, kebenaran, dan kelemah lembutan.

lentera malam bergayut dalam sunyi
menyelusuri makna kehidupan
lembaran syair tersulam
menuntun langkah menuju kebijaksanaan

Seperti biasa, setelah selesai sholat Subuh kami mempersiapkan diri lalu berangkat menuju Panti karena Ibu harus menyiapkan sarapan pagi untuk para penghuni Panti.

Terkadang aku berpikir kenapa Allah menciptakan mereka dengan serba kekurangan sedangkan Allah yang ku tau adalah Alah yang Maha Adil dan Maha Kuasa, tetapi apakah dengan semua yang ada ini kita masih menganggap Allah itu adil terhadap semua ciptaan-Nya ? Sedangkan di sisi lain Allah menginginkan umat-Nya berbagi kasih terhadap sesama. Ah.......itu hanyalah pikiran Iblis yang ingin menjauhkanku dari Sang Pencipta.

Yang kutau, ibuku tidak pernah sekalipun mengeluh mengenai pekerjaannya. Beliau justru selalu menunjukan keceriaan dan kesabarannya ketika harus berhadapan dengan anak anak cacat di Panti.

Roy, tolong kamu ke Ibu Tarsih untuk minta beberapa box diaper karena persediaan di laci sudah hampir habis” seketika ibu menyuruh aku yang baru saja selesai menyuapi makan seorang anak berusia 6 tahun yang lumpuh total sejak lahir. Akupun segera menuju ke Ibu Tarsih bagian penyediaan kebutuhan pakaian termasuk diaper dan meminta beberapa box diaper untuk diisikan ke laci lemari di ruang bermain.

Ada kepuasan tersendiri dalam hal mengurus anak anak cacat mental di Panti dimana kepuasan itu tidak dapat dibeli dengan uang.

Dalam perjalanan pulang ke rumah, kami perhatikan di pinggir jalan masih terlihat banyak umbul umbul Partai Politik yang baru selesai melakukan Pemilu. Harapan kami siapapun yang terpilih mereka akan menjadi wakil rakyat yang amanah dan menepati sumpah janji mereka untuk mensejahterakan rakyat dan berpihak pada rakyat kecil.

Ibuku berkata “Roy, ternyata untuk menjadi pejabat itu harus punya modal banyak yah”. “Apalagi mereka juga bagi bagi uang kepada rakyat agar dipilih” sambungnya.
Iya, bu, berarti Roy tidak bisa jadi pejabat negara nih ?” gurauku kepada ibu.
Lhooo…..siapa tau nasib orang, Roy. Hari ini roda ada di bawah esok lusa ada di atas” kilah ibuku.
Memangnya ibu ada minat untuk jadi Anggota Dewan kah ha…ha…ha… ?” gurauku
Tidak lah Roy, ibu sudah tua jadi biar ibu berikan kesempatan kepada kaum muda he…he…” kata ibuku.
Ternyata ibuku ini pintar ngeles juga yah” pikirku.

Sepanjang jalan bahkan setibanya di rumah kami masih bergurau sekedar melepas lelah setelah seharian bekerja di Panti hingga azan mengingatkan kami untuk ber-sholat Maghrib.

dulu sering kutatap luar jendela
melihat cakrawala meramu senja
sambil melamun menggapai cita
hingga azan magrib memanggilku tuk berdoa

BAGIAN II

Tidak terasa 2 minggu sudah aku membantu ibuku bekerja di Panti. “Ternyata 2 minggu cepat juga, kenapa kalau di kelas baru 1 jam saja sudah seperti sebulan rasanya” pikir konyolku.

Saat itu kira kira jam 10 pagi, tiba tiba ibuku tergopoh gopoh menghampiriku dan berkata “Roy, coba tolong kamu lihat di luar sepertinya ada suara ribut ribut”. Dari ruang bermain anak, kulihat seorang pria tegap mengayun ayunkan kelewang sambil teriak teriak tidak jelas. Rasa penasaranku kian menjadi.

Pak Broto, ada apa di luar ?” tanyaku kepada salah satu karyawan Panti.
Oh......itu Pak Lurah ngamuk karena tidak terpilih menjadi anggota dewan” sahutnya.
Lurah kami adalah mantan seorang jawara yang disegani dan banyak pengikutnya. Beliau memiliki banyak tanah dan rumah rumah petak yang disewa sewakan kepada warga setempat dan “memelihara” centeng tukang tagih. Para centeng yang sebagian besar adalah para preman pasar yang sering melakukan aksi onar tapi anehnya mereka tidak pernah ditangkap Polisi, seandainya masuk penjarapun paling paling cuma 1 hari bebas lagi berkeliaran.

Aku bergegas lari ke luar karena ada beberapa anak yang terperangkap di halaman. Suster Fransisca, Kepala Panti Asuhan berusia 73 tahun keluar dan berbicara dengan Pak Lurah yang sedang mengamuk.

Mohon maaf, Pak Lurah, tempat ini hanyalah panti asuhan anak anak cacat. Kami seluruh penghuni panti asuhan sangat memohon kepada bapak untuk menenangkan diri” pinta Suster Fransisca.
Selama 5 tahun ini saya berikan perlindungan dan sumbangan kepada panti asuhan ini, tapi lihatlah apa yang saya dapat ?? APA, Suster ?? APA ?” bentak Pak Lurah dengan mata melotot. “Saya tidak lolos menjadi anggota dewan. Itukah imbalan yang harus saya terima ?” tambahnya.
Sabar, Pak, sabar” kembali Suster Fransisca memohon sambil merapatkan jari jemari kedua tangannya
Pak Lurah semakin kalap dan beringas “APANYA YANG SABAR ?? biar saya bakar panti ini dan biar saya mati bersama dengan anak anak cacat itu semua”, sambil mengayun ayunkan kelewangnya dan sebuah jerigen yang aku yakin berisi bensin.

Kami semua yang bekerja di panti ketakutan dan sedang menanti bantuan petugas Polisi yang masih belum datang padahal sudah ditelphone beberapa kali. Para Suster dan karyawan lainnya termasuk ibuku mengajak anak anak masuk ke dalam panti dan bersembunyi. Namun, Maria seorang anak perempuan di kursi roda tertinggal dan posisinya persis berada di belakang Pak Lurah yang sedang mengamuk. Beberapa warga setempat sudah berkerumun di halaman panti dan berusaha untuk menenangkan Pak Lurah, tapi tidak ada yang berani mendekat karena Pak Lurah mengayunkan kelewangnya kepada siapapun yang mendekat.

Melihat situasi yang sudah mengkhawatirkan itu, aku merasa harus melakukan sesuatu.

jantung berdebar
darah deras mengalir
panas bergelora
biarlah hujan turun ke bumi
meredupkan bara di lubuk hati

Sambil mengucapkan “bismillahirrahmanirrahim, hanya kepada-Mu ya Allah aku berlindung dan kusandarkan jiwaku”, kumantabkan langkah mendekati Pak Lurah dan Suster Fransisca untuk ikut mencari jalan keluarnya.
Begitu melihatku mendekat, Pak Lurah melotot dan membentakku “MAU APA LUH BANGSAT !! MAU JADI JAGOAN LUH ?? HAAA….?? SINI GUE TEBAS KEPALA LUH !!” sambil mengayunkan kelewangnya dan bergegas ke arahku.

Seumur hidupku, aku tidak pernah berkelahi bahkan tidak pernah belajar ilmu bela diri. Aku bukanlah seorang pahlawan apalagi seorang jagoan, tetapi aku yakin Allah yang kusembah adalah Allah yang pengasih penyayang yang akan memelihara umat-Nya yang lemah dan melindungi yang tersudut.

Ketika posisi Pak Lurah sudah agak menjauh dari Maria anak berkursi roda yang tertinggal, beberapa warga menjemputnya dan segera menyelamatkannya.
Dengan perasaan takut kucoba terus melangkah maju sambil merapatkan kedua telapak tanganku di depan dada.
Lalu aku memelas “Pak Lurah, kami hanyalah rakyat kecil dan sangat awam mengenai politik tapi kami sangat berterima kasih kepada bapak yang selama ini telah berbaik hati kepada kami”.
Suster Fransisca pun mendekatiku lalu berdiri persis di sebelahku kemudian juga merapatkan kedua telapak tangannya di depan dada. Lalu dengan mata berkaca kaca Suster Fransisca berkata “Pak Lurah, kami adalah orang orang berdosa dan sungguh berdosa, nyawa kami tiadalah artinya. Panti asuhan ini sangat berhutang budi kepada bapak. Semoga Allah selalu memberkati bapak”.

gunung merata bumi
karang tak mampu berdiri
matahari lenyap bersembunyi
hanya langit tegar menjadi saksi

Entah apa yang terjadi. Pak Lurah mulai menurunkan kelewangnya dan melepas jerigen bensinnya ke tanah. Masyarakat setempat yang sejak tadi sudah berkerumun di halaman Panti perlahan mengambil kelewang dan jerigen bensin dari tanah untuk diamankan sambil merangkul Pak Lurah. Bersamaan dengan itu pasukan Polisi tiba di gerbang Panti kemudian membawanya ke mobil Polisi.

Kejadian menakutkan seperti ini baru pertama kali kami alami. Degup jantungku masih berdebar, “Alhamdulillahi rabbil alamin” lirihku perlahan sambil mengusap wajahku dengan kedua telapak tanganku.
Lalu dengan suara terbata bata sambil meletakan tangan kirinya di pundakku, Suster Fransisca berkata “Puji Tuhan semua telah berlalu. Terima kasih, Roy, Allah di Surga senantiasa menyertaimu”. Tampak air mata menetes deras dari sudut matanya. Tanpa terasa air mataku mengalir dan akupun menangis, lalu kudekap Suster Fransisca seperti aku memeluk Ibuku.

Suster Fransisca adalah seorang Biarawati Katholik yang sudah mengenalku sejak hari pertama aku dilahirkan ke dunia. Aku juga masih merasakan belaian lembut tangannya di kepalaku saat beliau memangkuku dan menggendongku.
Beberapa puluh tahun lalu ketika Suster Fransisca masih berusia sekitar dua puluhan, beliau menemukan seorang bayi perempuan di dalam keranjang kusam yang tergeletak di depan pintu gerbang Panti tanpa secarik kertaspun. Bayi perempuan tersebut dirawatnya dengan penuh kasih sayang hingga bayi tersebut menjadi dewasa lalu menikah. Bayi perempuan tersebut adalah ibuku...........ibu kandungku yang tidak pernah tau siapa orangtuanya.

terpejam mata terpatri pena
langgam bertirai ombak bermelodi
tergenggam nadi semburat jingga
tulus dan murni
berkilau mawar di dalam jiwa


BAGIAN III

Sudah hampir 2 bulan aku kembali kuliah walau perasaanku baru kemarin aku membantu ibuku di Panti. Setiap kali aku meninggalkan anak anak Panti ada perasaan sedih dan banyak sekali kenangan tersimpan di hati. Akupun berjanji kepada mereka untuk selalu kembali setiap liburan semester.

Roy.....besok pulang kuliah ke rumah gue dong, lusa kan ada test Accounting, tolong ajarin gue yah” kata Jonathan sambil menggandeng Martha pacarnya.
Iya nih Roy, ajarin kita yah, thanks lho sebelum dan sesudahnya. Nanti kita traktir makan deh” tambah Martha.
Ok elu atur aja deh” sahutku.

Jonathan (Jon) adalah anak seorang pungusaha kertas, sedangkan orang tua Martha adalah seorang pengacara kondang. Mereka sudah saling mengenal dan berpacaran sejak masih duduk di bangku SMA. Kami bertiga adalah sahabat karib di kampus dan sering belajar bersama terutama menjelang ujian. Orang tua Jon juga pernah menawarkan aku untuk bekerja di perusahaanya dan rencananya semester depan akan kumulai bekerja magang bersama Jon.

Keesokan harinya selesai kuliah, kami bertiga belajar bersama di rumah Jon di kawasan elite Menteng. Empat jam kami mengutak atik contoh soal Accounting. Aku terus membombardir puluhan pertanyaan kepada Jon dan Martha. Aku ingin sekali mereka mendapatkan nilai tinggi khusus untuk mata kuliah ini apalagi Jon yang akan meneruskan usaha ayahnya kelak setelah menjadi Sarjana.

Aku lapar, Jon” keluh Martha dengan manja kepada kekasihnya.
Oh ya kita makan malam dulu” sahut Jon yang langsung lompat meraih kunci mobil dan dompetnya. Kami menuju Gandy Steak House di bilangan Hos Cokroaminoto Menteng.
Wah....jarang jarang nih gue makan steak beginian” kataku.
Gue kan udah bilang tadi mau traktir luh makan” sahut Jon.
Iya tenang aja Roy, kan ada boss Jon yang bayar ha...ha..ha...” kelakar Martha sambil merangkul pinggang kekasihnya. Tidak ada pembicaraan mengenai apa yang baru saja kami pelajari sore tadi di meja makan. Kami bertiga hanya bercerita tentang masa kecil dan ngegosip tentang teman teman kampus. Tak terasa waktu telah menunjukan jam 9 malam dan aku harus pulang karena besok harus bangun pagi.
Elu tadi sudah bilang ibu luh mau belajar di rumah gue kan, Roy ?” tanya Jon.
Sudah” jawabku.
Pelayan menghampiri kami dengan membawa sebuah bungkusan dan bon tagihan. Jon meraih keduanya dan menyerahkan bungkusan tersebut kepadaku.
Lho...apa nih Jon ?” tanyaku.
Oh...itu Steak untuk ibu luh, ambil aja gak' apa apa” sahut Jon. “Waaah....thanks lho Jon, atas perhatian luh untuk Ibu gue” kataku sambil meraih bungkusan yang disodorkan oleh Jon.

Seperti biasa kalau pulang belajar kemalaman, Jon selalu mengantarku pulang ke rumah. Tapi karena jalan di depan rumahku tidak dapat dimasuki mobil, jadi Jon hanya menurunkanku di jalan raya sebelum masuk 'gang tikus'.
Roy, thank you sudah mau ngajarin kita berdua yah dan sampaikan salam kami kepada Ibumu” kata Martha ketika aku hendak keluar dari mobil.
Ok, sampai ketemu besok di kampus” sahutku.
eh...Roy......jangan lupa hari Sabtu pulang kuliah kita ke Puncak makan di Rindu Alam, ok ?” tambah Jon. 
Ok” balasku.

Aku bukanlah orang mampu tapi aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena aku memiliki teman teman yang baik dan sangat menyenangkan.

Setibanya aku di rumah, ku lihat ibuku sudah terlelap tidur dan akupun sudah sulit sekali membuka mata ini. Begitu tubuhku menempel kasur sepertinya aku sedang menari bersama pelangi melintasi bukit permadani hijau, gesekan padi melambai melantunkan sebuah melodi.

di atas cakrawala
kemilau rembulan begitu anggun
lembut terpancar kasih
malam memihak kepadaku
bersandar bumi
merebah diri

Setiap hari Sabtu Ibuku tidak harus datang pagi pagi ke Panti karena anak anak juga bangun agak siang. Jadi, setelah sholat Subuh kami bisa santai minum kopi sambil ngobrol.

Waktu sudah menunjukan jam 9:00 pagi. 
Roy.....hari ini ibu masak cah kangkung dan tahu goreng, jangan lupa sarapan sebelum pergi kuliah ya...” kata ibu kepadaku yang sedang berkemas hendak pergi kuliah.
Hati hati di jalan yah Roy....Ibu mau ke panti dulu, nanti terlambat kasihan anak anak” katanya lagi. Aku menghampirinya dan kucium tangannya sebelum kupeluk tubuhnya.
Ibu juga hati hati yah, Roy sayang ibu” kataku. “nanti Roy dan teman teman akan ke Puncak setelah pulang kuliah jadi mungkin Roy pulangnya agak malam” tambahku.
Iya tidak apa apa asal hati hati biar tiba di Puncak dan kembali ke rumah dengan selamat” sahut ibuku.

Pemandangan seperti ini terjadi setiap pagi atau setiap kali kami akan berpisah sejak aku masih di bangku sekolah taman kanak kanak. Aku tidak pernah merasa aneh atau jenuh apalagi malu untuk melakukannya. Aku sangat mencintai ibuku.

begitu elok langit membiru
melambung asap harum cendana
biarlah yang terbaik untuk ibu
sekalipun jiwa ini keluar dari tempurungnya


Suasana di kampus agak sepi sebab banyak mahasiswa yang tidak ambil jadwal kuliah pada hari Sabtu.
enak juga hari ini ramalannya gak’ terlalu panas, nanti pulang kuliah jadi yah kita ke Puncak ?” kata Jon.
Aku lihat sekeliling dan ke atas sambil menjawab dan mengoloknya “boleh juga malam mingguan di Puncak Pass nih, ajak si Martha dong luh…he…he…”. Memang dasarnya si Jonathan gila jalan apalagi ngajak si Martha wah makin getol aja tuh anak.

Siang itu jalan tol Grogol ke arah Cawang macetnya minta ampun. Sambil memutar lagu lagu Gun’s n Roses dan ketawa ketiwi di dalam mobil nanti juga tidak terasa sampai di Rindu Alam sekalian langsung makan malam. Ketika memasuki jalan Tol Jagorawi kemacetan agak berkurang dan Jon pun kesenangan “busyet…..tumben nih jalan tol sepi gak’ kayak biasanya. Boleh juga nih gue tarik mumpung ini mobil baru gue tuneup” kelakarnya.

Tanpa terasa spidometer menunjukan angka 100. Martha yang duduk di sebelah Jon mulai merasakan ngeri dan berkata “Jon, jangan kencang kencang jalannya, pelanin dong aku ngeri nih”.
Tenang aja Mar, kan ada abang Jon yang nyetir pasti aman lah” kelakar Jon sambil cengengesan. Bukannya diperlahan laju mobil tapi Jon malah mempercepatnya dan spedometer sudah menunjukan angka 120, membuatku dan Martha semakin resah.
Pelan pelan lah Jon” kataku.
Jon tertawa ngakak tidak mengabaikanku sambil membesarkan volume musik di dalam mobil.

Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Tiba tiba di depan jalan ada seorang penjaja buah pinggir jalan tol yang menyebrangi jalan. Jon kehilangan kendali membanting stir kanan dan kiri. Tiada seorangpun tau apa yang sedang terjadi seketika itu. Yang kurasakan saat itu adalah mobil kami melayang tidak lagi menyentuh aspal dan kami seperti dibanting banting di dalam mobil.

gelombang riuh berpesta pora
memutar dan melempar
terguling kerangka besi
hingga parit terpijak kaki
gelap gulita
sepi suara mati


BAGIAN IV

Mereka mengelilingiku, beberapa laki laki dan wanita berpakaian putih putih yang tidak aku kenal.

Kedua kelopak mataku terlalu lemah untuk dibuka. Namun samar kulihat seorang wanita paruh baya yang kuyakini sebagai wanita muslim yang taat duduk di sisi kiri ranjangku sambil menggenggam erat jemariku. Air mengembang di pelupuk matanya. Dialah yang selama ini kupanggil sebagai Ibu.

Di sebelah kananku, seorang wanita tua berwajah lembut yang selalu mengenakan kerudung putih dengan kalung salib di dadanya, aku mengenalnya sebagai Suster Fransisca.
Dengan bibir gemetar dan suara terputus putus ibuku berkata “Roy.......ibu tidak pernah tau siapa orang tua kandung ibu......... ibu juga telah kehilangan ayahmu seorang yang sangat ibu cintai...........kini ibu tidak mau lagi kehilangan orang tercinta yang tersisa dalam hidup ini.........ibu tidak mau kehilangan kamu.......Roy..........”
Ya Allah Ya Rabbi....... biarlah Kau ambil nyawaku sebagai pengganti nyawa anakku........”, sambungnya dengan isak tangis yang membuat seisi ruang tertunduk diam membisu. Tubuhnya dirapatkan ke tubuhku dengan wajah didekapkan ke dadaku.

Suster Fransisca beranjak bangun dari kursinya, kemudian merangkulkan tangan kanannya ke punggung Ibu lalu tanpa sepatah katapun beliau mencium kepala ibuku dengan lembut penuh kasih sayang kemudian mencium keningku hingga air matanya menetes ke wajahku.

bayang terkaram
hening merasuk pelosok belantara
jiwa berbaur dengan sodetan kerak bumi
melintasi sayatan fatamorgana
tersungkur sauh
sujud
pasrah berdoa

Tubuhku kian menggigil dan kian melemah, bahkan untuk menggerakan jaripun aku tak bisa. Tiba tiba ada suatu kekuatan yang mendorongku untuk berucap lirih “Ibu........Roy mencintai ibu, tetapi cinta kasih Allah kepada ibu jauh lebih besar daripada cinta Roy kepada Ibu”.

Perlahan ibuku mengangkat kepalanya dan semakin erat menggenggam jemari tanganku, lalu dengan teduh menatapku........dan ketika kulihat butiran butiran bening itu mengalir deras di pipinya, seketika itu juga ku tau itu adalah yang terakhir aku melihatnya. Kabut merayap bersama doaku yang menguap di keheningan malam.
Mendung merapat, angin merembas pori membiarkan tubuh ini terbalut peluh yang kian dingin membeku. Langkahku semakin ringan menerobos kilau bening, tenang dan damai.

Terkadang timbul rasa rindu kepada orang orang yang kucintai dan teman teman kampusku. Itu semua adalah kisah masa lalu. Beberapa bulan setelah kejadian itu, Suster Fransisca kembali kepada Sang Pencipta pada usia 74 tahun. Alhamdulillah, ibuku yang kini sudah berusia 65 tahun masih diberikan kesehatan yang prima dan masih memberikan pelayanan di panti yang sama.

Bagiku, Suster Fransisca adalah wanita yang sungguh berhati tulus dan mulia yang hingga akhir hayatnya telah mempersembahkan seluruh hidupnya untuk anak anak yang menderita dan membutuhkan uluran kasih.

Akupun kini telah menikah dengan seorang wanita Palestina yang meraih gelar Dokter nya dari The University of Massachusetts Medical School, Massachusetts - USA dan hari ini adalah genap sudah 10 tahun kami berdua bekerja untuk World Health Organization khusus pelayanan di Timur Tengah dimana setiap hari dan setiap detik kami dapat menyaksikan ratusan bayi dan anak anak tak berdosa telah menjadi korban perang akibat keangkuhan dan keserakahan para pemimpin dunia. Aku juga telah berjanji akan mempersembahkan seluruh hidupku untuk mereka seperti yang juga dilakukan oleh Ibuku dan Suster Fransisca, demi kemuliaan Allah di Surga.

Sesungguhnya kita semua hanyalah milik Allah dan kita semua pun akan kembali hanya kepada-Nya.

Tamat.

Friday, June 13, 2014

HASRATKU HASRATMU

di penghujung malam
serbuk melati dalam genggam
menggelitik aroma legam
tergoda gelora
berpeluh
sederas aliran nadi
menjemput setiap tetes birahi

berjuta riak mendawai indah
lembut berdesah
purnama pun tersipu manja


Salam kasih dan sejahtera selalu,
Raymond Liauw

Tuesday, June 10, 2014

SIA SIA

sorot mata binar
taji taji saling mengoyak
perang dalam kelam
sepi tertikam remang
kalah jadi abu
menang jadi arang
ambruk terbujur
tenang
damai melebur bisu


Salam kasih dan sejahtera selalu,
Raymond Liauw

Sunday, June 8, 2014

KASIH ILAHI


--- Allah mencintai manusia tetapi sangat membenci dosa dosanya ---


kapal tua berkarat
rebah terbalut lumpur
tersangkut kerikil kerikil dosa
terpaku di jalan buntu

tak selamanya hutan terbakar menjadi arang
kemarau tak selalu memanggang
langkah menapaki lorong kehidupan
jauh meninggalkan kelam
mentari pagi melumat malam

demikian sempurna cinta kasih Ilahi
tiada batas
pun tak bertepi


Salam kasih dan sejahtera selalu,
Raymond Liauw

Thursday, June 5, 2014

D U S T A

berdiri di dua sisi
tersenyum taring usang
menjulur hulu ke buritan
retak cermin tercela sampan
di balik jemari terselip belati

mengonggok pasir
melambung janji
manis bibir
bercabang nurani


Salam kasih dan sejahtera selalu,
Raymond Liauw

Tuesday, June 3, 2014

BUKALAH PINTU HATI


--- Ya Allah pelihara dan berkatilah kami umat-Mu ---


butiran syair menyentuh bumi
terkuak jantung mawar
gemulai kata
membentang kelopak merah

sisa sisa kerak terbalut kusam
rusuk menantang
menengadah
pedih
memohon sebutir nasi

pagi menggendong sepi
rapuh mengetuk hati


Salam kasih dan sejahtera selalu,
Raymond Liauw

Sunday, June 1, 2014

HANYA SATU

geram
bergulir di tengah nadi
sembunyi di balik bisu
merajam bijak
perih
hati kecil berteriak

retak kaca ngilu di dada
noda di remang senja
bukankah purnama selalu satu ?
pilih dia
atau aku


Salam kasih dan sejahtera selalu,
Raymond Liauw