Monday, January 26, 2015

SHOLAT


bersimpuh tanpa sapa
detak nadi tak mampu memberi arti
jauh sukma melangkah
mengebat kepingan debu
menuju kedalaman Ilahi

rajutan sabda bersutera
elok terangkum
pesona takdir dan nyata
pasrah
menanti redha Allah

sholatku merunduk bisu
puing dosa tergolek mati
mati
dan mati
kiblatku hening mengarah gerbang Surgawi


Selamat pagi dan sejahtera selalu.
Raymond Liauw

Friday, January 9, 2015

KESABARAN KALAJENGKING (Cerita Pendek)


Pasangan suami istri Tuan Calvin dan Nyonya Kimberly Smith adalah pasangan yang berkecukupan dan masing masing memiliki perusahaan pribadi, namun mereka tidak menemukan keharmonisan dalam kehidupan berumah tangga.

Di saat Nyonya Kimberly tidak berada di rumah, Tuan Calvin sering membawa wanita lain untuk berpesta miras dan narkotik kemudian tidur bersamanya.

Begitupun Nyonya Kimberly yang juga sering bersama pria lain dalam keadaan mabuk di malam hari ketika Tuan Calvin sedang ke luar kota.

Mereka saling mengetahui apa yang mereka perbuat namun sepertinya mereka tutup mata dan tidak peduli. Merekapun sudah tidak merasa sebagai suami istri lagi.

Semua hal ini dilakukan di depan mata putra tunggal mereka, Alexander yang saat itu masih berusia 9 tahun.

Di suatu pagi, para tetangga dikejutkan oleh raungan ambulan dan hanya dalam sekejap belasan Polisi Los Angeles yang diperlengkapi dengan senjata laras panjang telah mengepung rumah pasangan suami istri tersebut.

Tuan Calvin dan Nyonya Kimberly ditemukan tewas dengan lubang tembakan di dada dan kepala. Pada waktu yang bersamaan Polisi juga mendapati Alex yang tidak lain adalah putra tunggal dari pasangan tersebut sedang menggenggam sebuah pistol kaliber 45 sambil duduk di kursi kerja sang ayah sambil memandangi kedua mayat berlumur darah. Anehnya di setiap kening para korban tergambar tanda 'X'.

Di atas mejapun terdapat setumpuk berkas surat cerai yang telah ditandatangani oleh Tuan Calvin dan Nyonya Kimberly.

Tanpa bersusah payah Polisi meringkus si pelaku pembunuhan.

"Apakah namamu Maxwell Alexander Smith ? tanya Jaksa penuntut
"Benar, yang mulia" jawab Alex
"Untuk apa pistol yang kamu genggam saat Polisi menemukanmu di ruang kerja ayahmu ?"
"Aku gunakan pistol itu untuk membunuh kedua orang tuaku" jawab Alex santai dan datar tanpa ekspresi di wajahnya.
"Kenapa kamu tega membunuh mereka ?
"Aku tidak suka dengan mereka" lagi lagi Alex menjawabnya dengan wajah serius tanpa ekspresi.
"apakah kamu menyesal ?"
"Tidak" jawab Alex tanpa pikir panjang.
"Hmm....... lalu apakah maksud tanda 'X' di kening kedua orang tuamu ?
"Tidak tau" demikianlah seterusnya Alex selalu memberikan jawaban tidak tau untuk setiap pertanyaan berikutnya yang diberikan Jaksa penuntut kepadanya.

Kuasa hukum yang membela Alex berusaha agar clientnya dibebaskan dengan syarat, namun pengadilan tetap memutuskan Alex dihukum penjara 15 tahun dengan therapy mental dan kejiwaan karena usianya yang masih terlalu muda.

Selama satu tahun di penjara, Alex terus mendapat bimbingan dokter jiwa.
Entah bagaimana mulanya telah terjadi kekacauan di Lembaga Pemasyarakatan di mana Alex ditahan dan dirawat.
Dari sepuluh orang narapidana yang melarikan diri, sembilan diantaranya tertangkap kembali namun Polisi kehilangan jejak satu narapidana, dialah Alexander Smith yang kala itu sudah berusia 10 tahun.

Dua puluh tahun kemudian, di sebuah kota kecil 50 kilometer dari kota Denver di negara bagian Colorado, sedang hangat diberitakan pembunuhan berseri yang pelakunya diduga orang yang sama dengan yang pernah terjadi 21 tahun lalu di Los Angeles dimana para korban mendapat tanda 'X' di dahinya.

Kasus ini ditangani oleh Sheriff Samuel Lund yang memiliki perawakan tinggi dan kurus.

Sore itu Sheriff Samuel memberhentikan sebuah mobil yang berisi dua wanita dan dua pria. Mereka adalah Joan, Adam, Eva dan Tom.

"Mau kemana kalian ?" tanya Sheriff Samuel saat memeriksa surat surat kendaraan dan kartu identitas keempat penumpang.
"kami akan ke villa di kaki bukit untuk berakhir pekan"
"Kalian semua dari Los Angeles dan saya harap kalian sudah mendengar mengenai apa yang sedang terjadi di sini. Bila kalian melihat adanya sesuatu yang mencurigakan tolong hubungi saya" kata Sheriff Samuel sambil mengembalikan surat surat dan memberikan nomor telphonenya kepada keempat muda mudi tersebut.
Terima kasih Sheriff. Kami sudah mendengar kisah itu dan pasti menghubungi bapak bila kami melihat ada hal yang tidak beres” sahut Adam sambil meraih surat surat yang disodorkan oleh Sheriff Samuel.

Setibanya di villa yang dituju, kedua pasangan ini berhamburan seperti burung lepas dari sangkar. Villa itu cukup besar dengan halaman luas dan memiliki empat kamar tidur dengan ruang bawah tanah.

Walaupun terlihat kuno tapi tampak sangat rapih terawat. Sayangnya villa tersebut terlalu jauh dari keramaian begitupun juga tidak memiliki tetangga. Jarak dari villa ke tempat Sheriff Samuel sekitar 5 kilometer.

Tampak seseorang baru saja selesai merapihkan taman bunga, namanya Alfredo. Konon Alfredo adalah bekas anak jalanan yang kemudian diajak bekerja oleh si pemilik villa untuk menjadi penjaga dan tukang kebun villa.

Masa kecil yang kurang menyenangkan membuat Alfredo sering bertingkah aneh dan sangat pemalu bahkan hampir tidak pernah menatap wajah lawan bicaranya. Dia selalu tertunduk saat berbicara. Tubuhnya yang kekar dan tegap juga selalu terbungkus dengan jaket hijau tentara.

"Selamat sore Pak. Kami berempat yang menyewa villa ini untuk tiga malam" sapa Tom kepada Alfredo yang sedang membenahi peralatan kebunnya.
"Iya" jawab singkat Alfredo sambil membenarkan topi capingnya
"Apa bapak tinggal di dekat sini ?" tanya Joan
"di rumah kecil di belakang villa" sahut Alfredo dengan memalingkan wajah siap untuk meninggalkan kebun.
"Aneh tuh orang bicara tidak mau memperlihatkan wajahnya" bisik Eva kepada Joan yang juga tersenyum kecut.

Mereka berempatpun memasuki villa untuk siap berpesta. Radio compo dan beberapa botol minuman keras siap tersaji, tidak ketinggalan setumpuk lintingan daun ganja dan beberapa kantong plastik kecil berisi bubuk haram.

Dua malam sudah mereka lalui dengan pesta miras dan obat bius. Mereka berempat benar benar menikmati surga dunia.

Tom, kamu lihat Adam gak' ?” tanya Eva yang siang itu baru bangun.
Tadi malam dia mau ke luar sebentar tapi belum kembali” sambungnya.
Nanti kalau dia lapar juga balik” jawab Tom sambil menonton TV dan memanja Joan yang meletakan kepalanya di paha Tom.

Waktu sudah menunjukan jam 6 sore dan langit mulai gelap diiringi gerimis hujan yang turun sejak pagi tadi tapi Adam masih belum juga kembali ke villa.

Eva, kamu tunggu di sini biar aku dan Joan cari Adam di luar dan kunci saja pintunya”
Ok, Tom tapi jangan lama lama yah, aku iseng sendirian di sini” jawab Eva.

Tidak berapa lama kemudian mereka menemukan Adam telah tergeletak di dalam gudang villa dengan berlumur darah dengan tanda 'X' di dahinya.

Oh.... Tuhan, apakah yang telah terjadi pada Adam ?” jerit Joan dan langsung memeluk Tom, kekasihnya.

Mereka berdua lupa membawa hand phone. Namun, karena lokasi gudang dengan pondokan Alfredo berdekatan, maka merekapun bergegas lari ke sana ingin meminjam telephone untuk menghubungi Sheriff Samuel.

Setibanya di pondokan, mereka juga menemukan Alfredo telah tergeletak dengan luka tembak di dada.

Mereka berduapun semakin panik dan bergegas lari kembali ke villa.

Tepat di atas meja dimana telephone ditaruh, tubuh Eva telah menjadi mayat tergantung dengan seuntai tali yang diikatkan pada tiang tangga dan tanda 'X' di dahinya.

Aliran listrik mati, Tom dan Joan tidak dapat menemukan hand phone mereka. Suasana sore itu sekitar jam 7 benar benar mencekam ditambah gelap dan hujan yang kian melebat.

Tiba tiba mereka melihat sosok bayang yang ternyata Sheriff Samuel.

Oh.... Sheriff Samuel, bapak tepat sekali datang kepada kami. Kedua teman kami tewas terbunuh, begitu juga dengan Alfredo pengurus kebun” sambut Joan dengan wajah pucat dan gemetar penuh harap.

Tetapi tiba tiba Sheriff Samuel menembakan pistolnya ke arah tubuh Tom yang seketika itu juga rubuh ke lantai.

Tidaaaaakkkk......” teriak Joan histeris.
Kenapa bapak membunuh kekasih saya ?”
Jangan lah bapak bunuh saya, saya mohon jangan pak” tangis pilu Joan sambil memeluk tubuh Tom.

Dengan langkah gontai Sheriff Samuel berjalan ke arah Joan.

Aku tidak pernah tau apa yang akan terjadi pada diriku bila pasangan suami istri Lund tidak mengadopsiku menjadi anaknya” ujar Sheriff Samuel memulai ceritanya.
Mereka adalah pasangan baik yang saling mengasihi dan tidak pernah berbuat maksiat”.
Namun, hidup ini sangat tidak adil karena aku hanya mengenal mereka 5 tahun sebelum kecelakaan maut merenggut jiwa mereka”.
Lihatlah diri kalian yang selalu berpesta pora dengan barang haram. Malam ini aku akan memberikan tanda 'X' di dahi kalian sebagai tanda moral kalian yang bejad layaknya kedua orang tua kandungku”.

Tatapan bengis Sheriff Samuel kepada Joan semakin tampak dan alis matanya mengerling sangat mengerikan. Perlahan pistolnya diarahkan ke kepala Joan dan siap untuk menarik pelatuknya.

Saat itu, Joan tidak dapat lagi berbuat apa apa selain merangkul jasad Tom yang sudah mulai mendingin sambil menutup kedua matanya dan pasrah berdoa.

Dor.....Dor.....Dor...... terdengar tiga tembakan.
Dua peluru menembus punggung dan satu peluru melubangi tempurung kepala Sheriff Samuel yang kemudian ambruk tak berkitik bermandi darah.

Joan sangat terkejut dan berteriak teriak histeris seperti orang gila, hingga seseorang yang menggenggam sebuah walky talky menghampirinya.

Tenang nona, tenang. Saya akan menolong nona. Semuanya sudah selesai dan nona kini aman” sapa orang tersebut kepada Joan.

Selesai sudah, kalian boleh segera masuk” sambungnya berbicara melalui walky talky-nya.

Maaf, bukankah bapak telah tewas tertembak di pondokan bapak ?” tanya Joan kepada pria bertubuh kekar tegap bermantel jaket hijau tentara yang berdiri di hadapannya.

Perkenalkan nama saya sebenarnya adalah Scorpion Vincent, bukan Alfredo, dan nona silahkan cukup panggil saya Scorpion”.
Saya dari kepolisian Los Angeles yang sejak 20 tahun lalu ditugasi mencari residivis bernama Maxwell Alexander Smith yang saat itu masih berusia 10 tahun”.
Selama ini pelaku selalu berpindah tempat tinggal dan sangat sulit dilacak. Tetapi sejak beberapa bulan lalu kami sudah mencurigai dan mencium bahwa Alex sedang beraksi di kota Denver ini”.
Beruntung sekali saya selalu menggunakan baju anti peluru di balik jaket hijau saya” sambungnya dengan senyum menutup pembicaraannya dengan Joan yang saat itu sudah dikelilingi oleh para medis.

Malam itu seorang detektive dari Los Angeles siap menutup sebuah kasus pembunuhan berseri tanda 'X'.


Tamat.

Tuesday, January 6, 2015

PENANTIAN


guratan karang
ombak berbisik berang
tercabik buih
gelegar
pesona alam kian menggarang

bisik hati melaju langkah
nyata
terjerat bahaya
tanpa tahta
peduli setan dengan pahala

jiwa jiwa memekak telinga
jasad mengantri
entah sejauh apa entah berapa lama
lenyap
terkikis garam samudra

 
Selamat pagi dan sejahtera selalu.
Raymond Liauw