Tuesday, July 29, 2014

SAKSI BISU

gurun gelisah terbanjir darah
jemari mungil meringis
memeluk boneka
pelintir kepingan mortir
sekarat daging menganga
puing bersaksi
nyawa kembali kepada Ilahi


Salam kasih dan sejahtera selalu,
Raymond Liauw

Friday, July 25, 2014

DI PENGHUJUNG RAMADHAN

sketsa rembulan berkerudung malam
begitu anggun lembut tersulam
hanya kepada-Mu Ya Alloh Ya Rabbi
rapuh lusuh ku bersujud
ber-dzikir berpeluk bumi
tenggelam di setiap kalimat syahadat
pasrah seribu doa terpanjat

di penghujung ramadhan
syairku melantun takbir
lantang menjemput pagi muliakan Ilahi

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar
La Ilaha Illallah Wallahu Akbar
Allahu Akbar Wa Lillahil-Hamd


Salam kasih dan sejahtera selalu,
Raymond Liauw

Saturday, July 19, 2014

SUAMIKU SEORANG MONSTER (berdasarkan kisah nyata)

BAGIAN I

Nama lengkapku Nurhayati binti Maimunah Azwar dan mereka memanggilku Nurhayati atau Nur yang berarti Cahaya. Ayah dari suku Jawa seorang guru SMA sedangkan Ibuku berasal dari Sumatera Barat. Aku memiliki dua kakak dan satu adik yang kesemuanya memiliki ketidakberuntungan dalam kehidupan rumah tangganya.

Sebagai seorang anak yang dapat cukup dikatakan taat kepada orang tua, aku selalu membantu Ibu berdagang soto ayam keliling kampung selepas pulang sekolah. Prestasiku sejak di sekolah dasar selalu menjadi kebanggaan ayah dan ibu karena aku selalu memperoleh predikat juara kelas dan pernah menyandang gelar sebagai pelajar teladan.

yah, setelah lulus SMA, Nur rencananya mau cari kerja saja biar bisa bantu ayah dan ibu” kataku kepada ayah selepas makan malam.
lhooo.....kenapa tidak melanjutkan kuliah saja ? biar ayah dan ibu yang cari uang” kata ayahku.
ayah dan ibu juga berharap kamu dapat tamat Sarjana dan dapat pekerjaan bagus” tambahnya.
pokoknya kamu harus kuliah sampai tamat Sarjana” sahut ibuku.

Setelah lulus SMA, aku ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah. Pikirku saat itu “pantas saja banyak orang yang tidak mau balik ke kampung halamannya bila sudah tinggal di Jakarta. Kota yang begitu padat, megah dan penuh dengan hiburan apalagi mall mallnya”

Di Jakarta aku tinggal di tempat kost bersama kakakku yang bekerja sebagai karyawan toko. Kakakku juga yang membantuku untuk membayar sebagian biaya kuliah, namun ternyata dia memiliki banyak hutang.

Ingin rasanya aku kembali ke kampung daripada menjadi beban kakakku di Jakarta, tetapi aku takut dan tidak mau membuat orang tuaku malu kepada tetangga dan sahabat sahabatnya.

di sebuah jalan sempit dan curam
anak manjangan menari dan bertepuk tangan
belasan pasang mata liar mengintai
siap menerkam mencabik dan melumat
setiap serat serat daging lunak

Sore itu ketika aku sampai di rumah kontrakan kakakku sudah tiba dari kerja dan seakan telah menungguku.

tumben sudah sampai di rumah, kakak sakit ?” tanyaku
oh tidak, aku terlalu banyak pikiran dan tidak masuk kerja hari ini” jawab kakakku.
apakah ada yang bisa aku bantu, kak” tanyaku lagi sambil menghampirinya.

Kakakku menoleh ke arahku sambil mengerutkan kening lalu mengangguk dan merangkul pundakku.

kakak terlibat banyak hutang dari rentenir dan kakak mau minta tolong kepadamu, Nur” kata kakakku dengan lirih
kakak tidak punya uang untuk bayar hutang kakak tapi mereka tertarik kepadamu” sambung kakakku sebelum aku menanyakan pertolongan apa yang diperlukan dariku.

Aku masih belum paham sebenarnya apa yang diinginkan oleh kakakku dariku, adik kandungnya ini.

Kakakku menatapku sambil menggenggam tanganku dan berkata “dua diantara mereka adalah pengusaha dan satunya lagi adalah pegawai pemerintah. Mereka ingin kakak membayar hutang kakak dengan mencarikan gadis muda dan polos dari daerah untuk menemani mereka hanya untuk beberapa jam saja di kamar hotel”.

Jantungku keras berdetak, darahku seakan berhenti mengalir dan butiran peluh dingin membasahi keningku.
Ya Alloh, apakah aku tidak salah dengar ? apakah aku tidak bermimpi” rintihku dalam hati.

Aku tidak dapat berkata kata lalu masuk ke kamar dan hanya dapat menangis. Kakakku yang selama ini baik dan kuhormati begitu tega ingin menjualku kepada pria hidung belang. Haruskah kuturuti permintaannya ? Apa yang harus kukatakan kepada orang tuaku bila aku putus sekolah dan balik ke kampung ?


BAGIAN II

Sepanjang malam aku menangis dan tersungkur sembahyang tahajjud memohon lindungan-Nya. Aku benar benar tidak tau apa yang harus kulakukan, akalku seakan mati terkubur.

Keesokan paginya, sebelum aku berangkat ke kampus kakakku menghampiriku.

Nur, apakah kamu sudah berpikir tadi malam dan akankah kamu membantuku ?” tanya kakak kepadaku. “toh....suatu saat nanti kita semua para wanita tidak lagi memiliki keperawanan” sambungnya.

Aku terdiam sesaat dan menjawabnya “kalau itu maunya kakak, biarlah aku rela untuk membantu kakak”. Tanpa terasa akupun meneteskan air mata dan sungguh merasa begitu pedih.

Kakakku tersenyum dan bilang akan menghubungi mereka para rentenir yang juga para hidung belang untuk mengatur waktu pertemuannya denganku.

kabut menjamah bumi
tiada lagi cercah terang
bukan lagi sebuah mimpi
terajut benang benang uzur
menggiring bayang ke bibir sumur

Hari pertama, tugasku menemani seorang pria ramah paruh baya dengan rambut yang sudah mulai memutih. Dia mengajaku ke daerah Blok M untuk makan siang lalu kami menuju Ancol untuk istirahat siang. Dia banyak bertanya mengenai kegiatanku dan latar belakangku. Sepanjang perjalanan aku terus gemetar dan manahan tangisku. Aku hanya dapat berdoa “Ya Alloh bantulah aku......Ya Alloh turunkanlah Malaikat-Mu”.

Entah apa yang terjadi, pria itu tiba tiba menghentikan mobilnya di Monas dan memberiku amplop uang Rp500 ribu lalu menyuruhku pulang. “hati hati di jalan dan salam untuk kakakmu” kata pria tersebut ketika aku akan keluar dari mobil.

Setibanya di rumah kakakku langsung mengambil amplop yang diberikan oleh pria tadi kepadaku, lalu aku tersungkur di lantai kamar dan menangis sekeras kerasnya. Allah telah menyertaiku dan menunjukan kuasa-Nya.

Hari kedua, aku menemani seorang pria pegawai pemerintah yang masih kental logat daerahnya. Begitupun dengan “teman baruku” ini yang juga membatalkan niatnya, kemudian menurunkanku di jalan Fatmawati Blok M dan memberiku uang Rp1 juta tanpa menjamah kulitku sedikitpun.

Lagi lagi aku tersungkur di lantai kamar menangis sejadinya dan uang pemberian pria kedua itupun diambil oleh kakakku.

Hari ketiga, aku bersama seorang pria yang mungkin masih berusia 30-an. Kami hanya membicarakan latar belakang dan masa kecil kami lalu menjelang sore dia memberiku uang Rp500 ribu untuk pulang naik taxi.
Kakakku-pun meminta uang yang diberikan oleh pria ini kepadaku.

Selama tiga hari aku benar benar telah dilindungi Allah dari lumpur api yang akan mengotoriku. Kakakku sama sekali tidak merasa bersalah, tapi malah memuji mujiku pintar cari uang.

wah...kamu ternyata hebat juga cari uang, lebih hebat dariku” kata kakakku kepadaku sambil tertawa terbahak.

Aku tidak menjawabnya dan langsung pamit pergi kuliah dan kupikir itulah akhir dari rasa takutku. Namun ternyata dugaanku salah.

Telah beberapa bulan kakakku sengaja tidak bayar sewa kost rumah dan membiarkan setiap pria boleh masuk ke kamarku bahkan ada beberapa diantaranya hampir memperkosaku.

Aku tak habis pikir dan benar benar tidak menyangka kehidupan kakakku di Jakarta seperti itu. Kakak yang ketika tinggal di kampung rajin sholat dan beribadah, kini sudah berubah total dan bukan lagi seperti kakakku yang pernah ku kenal dulu. Aku tidak bisa lagi tinggal bersamanya dan memutuskan untuk pindah tempat tinggal di dekat kampus. Uang saku yang dikirimkan oleh ayahku kugunakan sehemat mungkin dan dikala waktu senggang aku membuat kue kering lalu ku jual kepada teman teman di kampus. Alhamdulillah, setelah 3 tahun aku lulus D3 Akuntansi dan memperoleh pekerjaan.

Usiaku telah memasuki 27 tahun tapi masih belum punya kekasih. Terkadang aku takut sekali untuk memiliki rumah tangga apalagi setelah aku melihat ada beberapa teman kantorku yang rumah tangganya berantakan. Disamping itu aku juga masih belum ditemukan jodoh yang cocok. Sedangkan kedua orangtuaku terus berulang kali menanyakanku kapan aku akan punya pacar dan menikah.



BAGIAN III

Terlalu ringan kapal berlayar, terombang ambing gelombang terhempas karang. Begitu mudahnya mengiris iris syair menjadi butiran melodi, namun mendung tetap berbaring di pelupuk mata dengan penuh keluguan dan ketidaktahuan.

Seperti biasanya, dua hari sebelum Hari Raya Idul Fitri di tahun 1997 aku kembali ke kampung bersama teman teman baikku yang sudah mengenalku sejak masih di SMA. Kami bergadang di malam Takbiran dan masak masak bersama. Pandanganku malam itu tertuju kepada seorang pria pemalu yang belum pernah kukenal tapi telah membuat darahku mengalir deras, ternyata dia adalah anak dari sahabat ayahku ketika ayah masih muda. Nama pemuda tersebut adalah Reza. Selama liburan Lebaran, Reza mengajakku dan teman temanku keliling kota Medan.

Sejak saat itu kami sering ngobrol dan beberapa kali bertemu. Selama kurang lebih 2 tahun kami berpacaran jarak jauh. Hanya bila ada kesempatan hari libur aku kembali ke kampung atau Reza datang ke Jakarta menemuiku. Reza tergolong seorang pria yang tidak banyak bicara dan tidak suka membicarakan latar belakang keluarganya. Dia juga tidak suka bergaul dan tidak memiliki banyak teman. Hingga suatu saat Reza ingin bertemu dengan kedua orang tuaku untuk meminangku.

ayah tidak mau kamu menikah dengannya karena ayah tau benar siapa orang tua Reza dan keluarganya. Mereka bukanlah keluarga beribadah seperti keluarga kita” bentak ayah kepadaku yang pertama kali dalam seumur hidupku.
tapi aku menyukai dan mencintainya ayah, lagi pula sekarang usiaku sudah 29 tahun” sahutku.

Ayah dan ibuku mulai bertengkar karena ibu membelaku, lalu akupun bilang “kalau ayah tidak merestuiku menikah dengan Reza, biarlah aku tidak menikah selamanya”.

Setelah berhari hari kami tidak bicara, akhirnya dengan berat hati ayah mengizinkan aku menikah dengan Reza. Aku merasa tidak salah memilihnya sebagai suamiku walau ayahku tidak memberi restu.

Reza adalah seorang suami pencemburu. Sejak kami menikah, Reza melarangku untuk terlalu sering bergaul dengan teman temanku bahkan saudara dan keluargaku.

Pada beberapa bulan pertama pernikahan kami, Reza sungguh memberikan kebahagiaan kepadaku. Dia benar benar memperhatikanku bahkan tidak malu untuk memeluk dan menciumku di hadapan saudara dan sahabat sahabatku, walaupun terkadang aku merasa perlakuannya itu terlalu berlebihan, tetapi masih kuanggap wajar.

Ada suatu hal yang sebenarnya aku malu untuk menceritakannya kepada keluarga dan saudara saudaraku karena kuanggap masalah ini adalah masalah hubungan pribadiku dengan suamiku tetapi semakin lama hal ini sangat membebaniku.

Keanehan keanehan prilaku Reza kian lama kian tampak terutama setelah anak pertama kami lahir. Pada suatu malam, Rini anak kami yang saat itu masih bayi sedang kurang sehat dan menangis, ketika itu kami akan melakukan hubungan intim.

Rez, aku mau menimang Rini dulu yah nanti kita lanjutkan” mintaku kepada Reza
tidak usah biar saja dia nangis” sahutnya, sambil terus rakus melumatku, tetapi tangis Rini semakin keras membuatku semakin tidak tega.
Rez, sebentar dulu yah aku mau kasih Rini minum obat dulu” pintaku lagi

Tiba tiba Reza menampari wajahku beberapa kali dan menjambak rambutku sambil berteriak “makan tuh anak, pergi sana perempuan sialan”, kemudian menendangku hingga aku tersungkur ke lantai.

Sejak kejadian malam itu perlakuan Reza terhadapku semakin brutal dan semakin tidak terkontrol. Dia tidak peduli apakah aku sedang sakit atau bahkan ketika aku sedang menstruasipun, aku juga tetap harus melayaninya melalui “jalur lain” (anal sex).

Begitu kutolak permintaannya, wajah dan tubuhku akan langsung dijadikannya sebagai “punching bag” tanpa ampun. Setelah dia puas memukuliku dan keinginannya terpenuhi, dia akan tertidur lelap, sedangkan aku dibiarkannya menangis sambil membersihkan darah dari bibir, hidung dan bagian wajahku lainnya.

hati terbercak kecewa
tak sanggup mengukir sastra
jemaripun gemetar tak mampu menggenggam pena
jiwa terkurung di lembah duka


BAGIAN IV

Reza memperlakukanku seperti seorang budak untuk melampiaskan napsu birahinya, namun prilakunya di hadapan orang lain sangatlah bertolak belakang seakan terlihat dia adalah suami yang penuh kasih sayang terhadap istrinya.

Para tetangga kami tidak mengetahui derita yang kumiliki. Mereka melihatku layaknya keluarga pasutri bahagia yang patut dicontoh oleh pasangan muda. Yang mereka tau bahwa aku selalu tersenyum. Beberapa diantara mereka pernah datang kepada kami untuk meminta nasihat masalah keluarga mereka. Layaknya seorang Imam, suamikupun memberi nasihat kepada mereka yang memiliki masalah dalam rumah tangganya. 

Di suatu pesta pernikahan aku bertemu dengan temanku sewaktu kuliah di Jakarta, namanya Putri dan Anton suaminya. Seperti biasanya Reza menggandengku dengan lembut dan penuh mesra di hadapan banyak orang.

hai.....Nurhayati, apa kabar ? sudah lama tidak ketemu yah. Oh ya......kenalkan ini Anton suamiku” sapa Putri kepadaku dan Antonpun mengulurkan tangannya untuk menyalamiku dan Reza.
Putri......kabarku baik baik, ini suamiku Reza” jawabku.
waaahh......Nur sejak tadi kuperhatikan, ternyata kamu masih cantik seperti dulu dan kalian mesra sekali, kita jadi ngiri nih” canda Putri kepadaku.
yah......beginilah resiko punya istri cantik harus dijaga betul betul biar tidak pindah ke lain hati” sahut Reza tersenyum sambil memeluk pinggangku dan mencium pipiku dihadapan mereka.

Kemudian kamipun berempat ngobrol sambil menikmati kemeriahan pesta.
Sepanjang perjalanan pulang dari pesta, Reza tidak bicara sedikitpun kepadaku. Kupikir dia hanya cape dan ngantuk. Namun, ketika kami di kamar untuk mengganti pakaian dengan gaun tidur, Reza memulai pembicaraan.

berapa lama kamu sudah kenal si Putri ?” tanyanya kepadaku sinis
dia teman kuliahku dulu waktu di Jakarta dan kami sering belajar bersama” jawabku sambil ku sisir rambutku.
mulai hari ini kamu tidak boleh lagi bergaul dengannya, mengerti ?! aku tidak suka dengan wanita yang banyak bicara seperti pelacur” sahutnya.

Aku tersentak karena benar benar tidak tau apa yang ada di pikiran Reza, lalu aku mencoba untuk membuatnya mengerti.

apakah ada yang salah dengannya, Rez ? dia anak baik baik dan akupun mengenal betul mereka dari keluarga soleh dan solehah” sanggahku.
pokoknya aku tidak mau kamu bergaul dengannya. Titik” bentak Reza
tapi kenapa, Rez ?” tanyaku lagi penasaran.
tidak perlu banyak tanya kau, Perempuan Sundal ! pokoknya aku tidak mau kamu bergaul dengannya !” bentak Reza sambil menjambak rambutku lalu mendekatkan wajahku ke wajahnya dengan mata melotot, kemudian membenturkan kepalaku ke tembok kamar. Akupun langsung meng-iya-kannya untuk menghindari tindakannya yang lebih brutal terhadapku.

Hingga suatu hari aku sudah tidak tahan lagi dan di hadapan kedua orang tuaku dan kedua orang tuanya berserta sanak family, aku mengadukan semua perbuatan Reza terhadapku. Ayahku yang memang sejak semula tidak merestui pernikahan kami marah besar dan menyuruh kami untuk bercerai dengan hukum adat. Di situ Reza menangis bersujud di hadapan ayah dan ibuku lalu berjanji tidak akan mengulanginya lagi, juga berjanji akan memperlakukanku sebagai istri dengan sebaik baiknya.

Awalnya ayahku tidak mau menerima tetapi karena kupikir Reza akan berubah, maka kubujuk ayahku untuk memaafkannya dan aku juga memaafkannya, akhirnya ayahku mengalah dan memaafkannya juga.

Hanya berselang beberapa bulan kemudian Reza kembali menyakitiku. Kali ini ayahku benar benar merasa terpukul dan sangat sedih hingga beliau meninggal dunia.

Semakin sering Reza tiba di rumah ketika subuh pagi cuma beberapa jam istirahat lalu berangkat ke kantor lagi. Aku juga sering mendengar kabar dari beberapa teman yang memergoki suamiku sering pergi bersama wanita yang berbeda beda tetapi aku tidak pernah mengusiknya karena aku tau dia akan marah dan mulai memukuliku lagi.

Ingin ku tembus semak berdiri melintasi rimbunnya belantara. Namun terlalu tebal kabut menerawang dan menahan pijakku untuk menyentuh bayang. Bilur bilur yang kuterima darinya masih membekas. Tiap tetesan darah yang keluar dari setiap lubang poriku sebagai tanda perjuanganku mempertahankan keutuhan rumah tangga.


BAGIAN V

Bertahun telah bahtera rumah tangga kami berlayar dan aku semakin yakin bahwa suamiku memiliki kelainan kejiwaan terutama dalam berhubungan sex. Dia melakukannya dimana saja tanpa peduli waktu dan dengan cara apapun. Ketika Reza marah kepadaku, anak anak kami juga akan menjadi tumpuan kemarahannya dan sering kena pukulnya.

Aku tidak pernah punya nyali untuk melaporkan perbuatannya ke Polisi karena Reza telah mengancam akan membunuhku berserta anak anakku, dan akupun tau betul sifatnya yang penuh dengan kebengisan dan kejam. Aku hanya dapat mengeluh mengenai semua ini kepada ibu tetapi ibuku melarangku untuk menceritakannya kepada siapapun agar Reza tidak berbuat nekad seperti apa yang diancamkannya kepadaku, disamping untuk menutup aib keluarga. Ibu menyarankanku selalu sembahyang tahajjut agar suamiku menjadi baik.

Beberapa kali telah kusarankan suamiku untuk konsultasi dengan psychiater tetapi hanya tamparan yang melayang ke wajah dan tubuhku. Begitupun konsultasinya dengan beberapa tokoh agama seperti Pak Ustadz / Pak Kyai semuanya gagal dan berbuntut dengan perdebatan bahkan hampir terjadi pemukulan yang dilakukan oleh Reza kepada mereka. Reza merasa lebih pintar daripada mereka dan tidak suka orang lain ikut campur dalam masalah keluarga kami.

Suatu hari suamiku kembali dari luar kota bersama kedua orang temannya. Mereka telah bersahabat sejak lama dan sepengetahuanku mereka adalah orang orang baik. Ketika suamiku sedang di kamar mandi, aku membuka kamera yang dibawanya untuk melihat lihat.

astagafirullahalazim.....gila...gila....ya Alloh mimpikah aku ini” teriakku. Bukan main kagetnya begitu kulihat isi rekaman di kamera. Mereka bertiga sedang berpesta sex di sebuah kamar, hanya mereka bertiga para pria, ternyata suamiku juga menyukai sesama jenis.

Tiba tiba Reza meraih kameranya dari tanganku dan membentakku “itu urusanku dengan teman temanku dan kamu tidak perlu ikut campur, kurang ajar, bedebah. Benar benar istri sialan kau”.

maaf Rez, apa aku tidak salah lihat, kamu perlu ke dokter Rez” saranku dalam keadaan antara percaya dan tidak percaya.

Sekonyong dia meraih segala yang ada di meja termasuk piring bahkan piala penghargaan milik anakku untuk dihujamkan ke kepala, wajah dan tubuhku. Berkali kali aku dihantam tinjunya dan pikirku itulah akhir dari hidupku. Aku tidak sadarkan diri hingga saat mataku terbuka aku sudah berada di rumah sakit ruang gawat darurat dengan wajah dan tubuh terbalut luka, dan jiwa sekarat. Duduk di sebelahku hanya ibuku dan tetanggaku yang membawaku ke rumah sakit.

tatapan jauh menerawang
mencabik cabik kekosongan angan
bertangis duka
air mata mendanau
tiada angin yang peduli
apalagi singgah menemani kepedihan hati

Kini, setelah belasan tahun kami menikah, aku seakan telah terbiasa menjalani penderitaan ini dan selalu pasrah setiap saat untuk menerima perlakuan brutal dari suamiku.

Kami dikaruniai dua orang anak yang cerdas. Anak kami yang pertama kelas 5 SD, selama dua tahun terakhir memperoleh beasiswa karena prestasinya di sekolah. Aku telah mengirimnya ke boarding school jauh dari kami agar dia dapat bertumbuh layaknya anak anak normal jauh dari kekerasan. Aku juga telah merencanakan akan mengirim anakku yang kedua ke sekolah tersebut.

Suatu hal yang pasti adalah sampai hari ini aku masih mencintai suamiku dan kedua anak kami. Aku sungguh mencintai keluargaku.

Di kala senja kembali datang sorot mata jauh memandang. Lembaran sutra kian lembut dan kian kokoh menyelinapi kisi kisi cakrawala. Sambil menantikan azan Magrib berkumandang, kutaburkan harapan dan kepasrahan hanya kepada Sang Khalik di atas sana.

Ya Alloh Ya Rabbi, lindungilah hambamu dan anak anak hamba yang hina ini. Jauhkanlah kami dari kekejian dan kejahatan, Ya Alloh. Biarlah Kau bukakan mata hati suami hamba agar segera sadar dan kembali ke jalan-Mu.
Amin Ya Rabbal Alamin.

Tamat.

Sunday, July 13, 2014

K E S E T I A A N

sepasang bangku kayu bergoyang
menatap hamparan rumput hijau
kerutan kerutan dahi melintasi fatamorgana
menggali kenangan lama
sesekali bunga lili tersenyum manja
ragu memeluk kumbang
mengalir bayu mengiringi tarian lebah
butiran embun menguap pergi dan kelak segera kembali
tiada pernah jenuh
bagaimanapun
kita masih memiliki banyak waktu
dimana canda tawa kita kan selalu menyatu
dan jemarikupun masih setia meremas jemarimu


Salam kasih dan sejahtera selalu,
Raymond Liauw

Thursday, July 10, 2014

RATAPKU UNTUKMU GAZA

di pagi buta
makam tua meringis pilu
bersandar punggung pada runtuhan batu
tersengal napas
terkurung bau mesiu
setiap jengkal tanah tertetes darah
setiap langkah tergeletak raga tanpa nyawa
anjing anjing zionis terus menyalak
berburu sambil menggondol peluru
dari balik gurun ku ratapi Gaza


Salam kasih dan sejahtera selalu,
Raymond Liauw

Friday, July 4, 2014

MENGGENGGAM ASA (berdasarkan kisah nyata)


BAGIAN I


Yanti dan Roni adalah pasangan suami istri yang memiliki 4 buah hati yang masih kecil. Mereka menjalankan usaha bersama sejak awal mereka menikah, namun krisis ekonomi yang melanda dunia termasuk Indonesia tahun 1998 telah memaksa mereka gulung tikar. Saat itu si sulung berumur 12 tahun, anak nomor dua berumur 8 tahun, anak ke tiga 7 tahun dan si bungsu berumur 3 tahun.

Setiap hari mereka mencari lowongan pekerjaan di koran koran tapi selalu mengalami jalan buntu sampai akhirnya Yanti melihat iklan lowongan kerja di negeri Paman Sam - USA.

Ron, apakah kamu tidak kepingin bekerja di Amerika ?” tanya Yanti.
Mau sih tapi bagaimana caranya yah dan berapa modalnya ke sana ?” sahut Roni, “coba nanti kita cari tau apa saja yang diperlukan untuk bekerja di sana” sambungnya.

Berbagai cerita mengenai keberhasilan teman teman mereka di Amerika sepertinya terus menyentil telinga dan pikiran Yanti untuk juga mengadu nasib. Banyak diantara mereka yang berhasil bahkan beberapa diantaranya malah mendapat jodoh orang bule di Amerika.

Sore itu setelah makan malam, Yanti menyalakan kipas angin dan mengeluh manja kepada suaminya “kapan di Jakarta turun salju nih ?” Kebenaran di RCTI sedang menayangkan film Home Alone dimana selimut salju putih menutupi jalan jalan di Chicago.

Ron, aku sudah tanya tanya mengenai pekerjaan di Amerika, kayaknya gampang asalkan punya visa turis dari Kedutaan Amerikakata Yanti.
Bagaimana dengan anak anak ?” Roni balik bertanya,
anak anak titipkan di tempat ibuku dan tiap bulan nanti kita kirim uang untuk mereka” jawab Yanti.

Dua bulan lamanya Yanti dan Roni mempertimbangkan rencana ini dan akhirnya mereka sepakat untuk merantau ke Amerika mencari kerja. Sebagai bekal awal mereka menjual rumah, mobil dan semua harta benda.

teruntai ribuan kata mesra
terarungi samudra cinta
janji suci tlah diurapi
takkan lepas
susah senang slalu bersama

Tahun 1999 Yanti dan Roni mendarat di Amerika dan mulai mencari pekerjaan baru. Bagi kebanyakan orang Indonesia, negeri Paman Sam sangatlah menjanjikan masa depan. Itupun terbukti oleh Yanti dan Roni yang baru 8 bulan bekerja di sebuah restaurant di San Francisco sudah berhasil mengumpulkan uang ratusan juta rupiah. Mereka bahagia sekali. Selain dapat mengirim uang ke orang tua di Jakarta yang merawat kedua anaknya, mereka juga masih bisa menabung.

Jadwal kerja mereka 6 hari dalam seminggu, dari hari Selasa hingga Miggu mulai jam 9 pagi sampai jam 11 malam. Setiap hari Senin mereka diperbolehkan libur oleh Manager restaurant. Dapat dikatakan hampir setiap malam mereka tiba di rumah setelah jam 11:30 malam terkecuali bila restaurant sangat sepi pengunjung maka mereka diperbolehkan pulang lebih cepat, tapi itupun jarang sekali terjadi.

Malam itu, mereka baru selesai mandi dan siap untuk merebahkan tubuh setelah bekerja seharian melayani tamu restaurant. Kebenaran besok adalah hari Senin dan mereka tidak bekerja jadi bisa bangun agak siang. Merekapun rencananya akan ke China Town.

Ternyata enak juga kerja di sini yah, Ron, biar cape tapi ada hasilnya” kata Yanti sambil meletakan kepalanya di dada Roni.
Iya sih, untung kita ke sini, coba kalau kita masih di Indonesia wah mungkin kita masih nganggur kali” jawab Roni.
Besok pagi kita telphone ke Jakarta” sambung Roni.
Iya” jawab Yanti.
Aku kangen juga main sama anak anak” sambung Roni sambil mengelus rambut Yanti dengan jemari yang kian berkelana. Yantipun tau apa yang diinginkan oleh suaminya terkasih. Dia mendongakan kepalanya dan menatap mata Roni lalu berkata Aku sayang kamu, Ron”.
Iya, aku juga sayang kamu” sahut Roni.

di atas sana
angan merajut sebuah impian
mimpiku dan mimpimu bersatu
dalam desah asmara
gelora membara
hingga pagi terlupakan

Begitu harmonis dan hangatnya kehidupan mereka layaknya pengantin baru yang sedang berbulan madu sambil menikmati keramaian di Fisherman's Wharf dan China Town San Francisco.

Rasa rindu seorang ibu kepada keempat buah hatinya tak tertahankan. Maka, Yanti berencana kembali ke Indonesia untuk beberapa bulan untuk berkumpul bersama anak anaknya.

Ron, besok aku mau ajukan cuti ke boss untuk balik ke Jakarta” kata Yanti dalam perjalanan pulang ke apartment.
berapa lama nanti kamu di jakarta ?” tanya Roni.
mungkin sekitar 8 bulan dan balik lagi ke sini” jawab Yanti.
wah.....aku nanti kesepian dong sendirian di sini” gurau Roni sambil senyam senyum.
yah....gak' lah Ron, nanti kamu sering sering telphone aku yah” jawab Yanti manja.
lagi pula kalau di Indonesianya cuma 1 atau 2 bulan, Immigrasi di Amerika juga malah curiga saat aku kembali lagi ke Amerika” sambung Yanti.
iya deh” sahut Roni.

Beruntung sekali manajer restaurant baik hati dan memberikan izin cuti kepada Yanti untuk kembali ke Jakarta.

Dalam hati Yanti tidak tega meninggalkan suaminya sendiri di tanah rantau tetapi diapun ingin sekali bertemu dengan anak anaknya.


BAGIAN II

Setibanya di Bandara Sukarno Hatta, Yanti disambut dengan tangis bahagia oleh anak anak dan orang tuanya.

Satu bulan pertama Yanti di Jakarta, Roni sering menelphone Yanti dan ngobrol dengan anak anak, tapi memasuki bulan ke dua Roni sudah mulai jarang telephone dan selalu memberi alasan sibuk dan cape.

Saat itu Yanti belum merasakan adanya kejanggalan karena masih dalam suasana melepas rindu kepada anak anak dan orang tuanya.

Selepas senja ketika Yanti dan anak anak sedang menyantap makan malam, terdengar dering telephone.

Hallo sayang.....apa kabar ?” suara Roni begitu Yanti mengangkat gagang telephone.
sehat sehat, Ron. Kamu apa kabar ?” tanya Yanti.
sekarang kenapa sih jarang telephone ? sambung Yanti.
iya nih aku cape” jawab Roni.
bagaimana kabar anak anak, semuanya sehat sehat ?” tanya Roni lagi.
sehat semuanya, mereka kangen sama kamu” jawab Yanti.
Yan, mungkin aku tidak bisa kirim uang ke kamu untuk sementara sebab sejak kamu balik ke Jakarta aku sering sakit sakitan dan jarang kerja jadi penghasilanku berkurang malah sekarang sering pinjam uang dari temanku” keluh Roni dan membuat Yanti sesaat terdiam.
Oh....iya tidak apa apa aku juga masih ada simpanan di sini. Kamu jaga kesehatan yah” sahut Yanti.

Setelah beberapa menit bicara dengan anak anaknya Roni menyudahi pembicaraan dengan alasan ingin melanjutkan pekerjaan.

Sejak pembicaraan terakhir di telephone itu Roni tidak pernah lagi menghubungi Yanti dan anak anak, juga tidak lagi mengirim uang. Kalau Yanti telephone atau kirim sms, Roni tidak pernah menjawab atau membalasnya.

Hasrat Yanti kembali ke Amerika kian menggebu untuk mengetahui nasib suami tercinta.

meliuk angin
berjubah pelangi
terukir syair di dasar kalbu
bayangmu seketika hadir menaut hati
rasa empedu semanis madu

Malam itu hujan deras sekali. Sementara Yanti merenung di kamar sendiri tiba tiba dia menerima telepone dari teman kerjanya di San Francisco, Linda. Begitu tau itu sahabat karibnya, Yanti langsung menanyakan keadaan Roni, suaminya.

Lin, kabarnya suamiku bagaimana yah ? Sudah 6 bulan ini dia tidak pernah lagi hubungi aku dan anak anak, bahkan tidak lagi kirim uang” tanya Yanti.
lhooo...... makanya ini aku telephone kamu” jawab Linda
semua teman teman di SF tidak ada yang mau ikut campur jadi mereka tidak memberitahu kamu” tambah Linda.
masalah apaan sih, Lin, kamu koq’ jadi nakutin aku nih” tanya Yanti kembali.
aku sebenarnya juga tidak mau ikut campur masalah rumah tangga kamu, tapi kayaknya aku harus bilang ke kamu sebab kamu temen baikku” kata Linda yang membuat Yanti semakin penasaran ingin tau lebih jauh.
Suamimu sudah punya pacar lagi bahkan sudah tinggal bersama dengan pacarnya itu, Yan” jawab Linda dengan agak takut takut.
ah….ngaco kamu ! gossip murahan. Siapa yang yang bilang dan nyebarin ?” bentak Yanti dengan jantung berdebar.
ini bukan gosip, Yan, tapi beneran, mungkin kamu sebaiknya balik lagi ke SF, Yan” sahut Linda.

Mereka berdua semakin serius dalam pembicaraan dan Yanti pun ingin mengorek informasi sebanyak mungkin dari Linda mengenai hubungan suaminya dengan pacar gelapnya.

Sejak itu Yanti terlihat lebih banyak terlihat diam. Kecewa dan terluka hatinya terkhianati oleh suami tercintanya. Hari harinya yang semula ceria bersama anak anak tercinta kini suram layaknya sumur berlumpur.

mata terpejam
terlintas wajah kekasih
dosa tertanam di dalam sekam
tercium bau penghianat cinta


BAGIAN III

Sejauh mata memandang, hanya hamparan landai kosong terpampang. Gulungan debu kering kerontang menggulir ranting di jalan tak berujung. Tiada lagi mentari pagi, tiada juga kilau pelangi. Butiran bening di pipi memancar luka di hati.

Sepertinya gejolak hati Yanti tidak tertahan lagi dan dua bulan berikutnya dia kembali ke San Francisco tanpa sepengetahuan suaminya. Setiba di bandara San Francisco, Yanti dijemput oleh Linda dan mereka langsung menuju ke apartment Linda yang tidak terlalu jauh lokasinya dari apartment dimana Roni bersama kekasih gelapnya tinggal.

Kisah tentang perselingkuhan sesama pendatang illegal dari Indonesia di Amerika bukanlah cerita semu tetapi nyata adanya.

Mereka tidak dapat menuntut atau melakukan sesuatu yang dapat memancing pihak Kepolisian turun tangan untuk menyelesaikan masalah mereka karena mereka adalah pekerja dan penduduk illegal di Amerika. Konsekwensinya bila mereka tertangkap pihak polisi immigrasi, maka mereka akan dideportasi / diusir balik ke negara asal.

Surya mulai terbenam, dari dalam mobil dengan degup jantung berdebar Yanti menanti suaminya datang ke apartment kekasih gelapnya. Sebuah Honda Accord hitam meluncur dan parkir di depan gerbang apartment. Di dalamnya tampak sepasang pria dan wanita dimana Yanti sangat mengenal betul wajah si pria yang ternyata adalah Roni. Sedangkan wanita yang bersama Roni adalah Shinta yang memang sudah terkenal sebagai wanita penggoda pria. Shinta sendiri juga sudah memiliki suami yang bekerja pada malam hari. Anehnya, suami Shinta seolah tutup mata dengan prilaku istrinya tersebut dan memberi “restu” kepada Shinta dengan tujuan memoroti uang para pria hidung belang.

Mereka berdua keluar dari mobil dan terlihat akrab sekali layaknya sepasang burung dara sedang kasmaran. Tangan mereka saling merangkul dan saling bersentuh bibir.

Roniiiiiii.....” teriak Yanti dari seberang jalan dan membuat pria tersebut terhentak menengok ke arah suara.

Tanpa berkata sepatah katapun Yanti langsung menghujamkan bertubi tubi pukulan ke tubuh Roni yang terkangkap basah seperti tikus got di dalam kerangkeng. Roni pun tidak melakukan perlawanan apapun melainkan hanya menerima pukulan Yanti.
Linda mencoba untuk melerai mereka agar tidak memancing perhatian masyarakat sekitar untuk memanggil Polisi. Setelah puas memukuli Roni, Yanti pun mulai menangis dan terbata bata: “delapan bulan aku dan anak anak menanti kabar darimu, dimana tanggungjawabmu sebagai suami dan ayah ?”

lihatlah dirimu dan pelacurmu itu ! Sudah puaskah kau menyakiti aku ?” tambahnya.

Roni tidak berkata apa apa dan menyuruh Shinta kekasih gelapnya masuk ke dalam apartment. Sesekali tangan Yanti masih memukuli tubuh Roni sambil menyebut Roni bajingan pembohong.

Seberkas asa terbalut debu
bisu tiada getar
makan tak dikejar
minum tak diburu
hanya isak lamunan di dasar kalbu
terpendam luka tergores bara

Selama 7 tahun Yanti hidup di bawah satu atap dengan suami yang jelas jelas memiliki pacar gelap dan tidak pernah lagi memberikan penghasilannya ke Yanti apalagi transfer uang ke anak anak. Yanti dan Roni pun hampir tidak pernah bertegur sapa.

Jadi, selama 7 tahun itu pula Yanti bekerja selama 16 jam sehari sebanyak 6 hari seminggu, di restauran dan loper koran. Tujuh hari seminggu bekerja sebagai loper koran. Dia tidak pernah memikirkan kesehatannya apalagi merasa lelah. Dia hanya bekerja, bekerja, bekerja dan bekerja.............

Setiap selesai makan malam, Roni langsung ke tempat kekasih gelapnya dan kembali selepas tengah malam atau terkadang tidak pulang.

Ingin rasanya Yanti bercerai tetapi dia masih terikat janji suci perkawinannya.

Risma, anak sulung Yanti tau apa yang terjadi pada kedua orang tuanya. Risma pun menyuruh Yanti untuk kembali ke Jakarta dan dia ingin bekerja menanggung keluarga.

mama tidak usah terlalu banyak pikir mengenai papa, biar papa tinggal bersama pacarnya dan mama pulang saja, ma, aku cukup lulus SMA saja dan biar aku nanti yang bekerja” ujar Risma kepada Yanti di telephone.

Yanti berusaha untuk bicara tegar menahan kepedihan hatinya, dan mencoba untuk meyakinkan anak sulungnya untuk tetap kuat menerima kenyataan hidup.

Risma, ketika kalian berempat lahir ke dunia ini, mama sangat bersyukur karena kalian adalah berkat Tuhan untuk mama. Mama tidak akan menyia nyiakan kalian, nyawapun akan mama korbankan untuk masa depan kalian” kata Yanti kepada Risma anak sulungnya.
Mama juga sudah tidak berpikir lagi mengenai papamu, biarlah mama akan tanggung semua derita ini. Pokoknya yang mama mau kalian harus sekolah sampai selesai dan mama minta tolong kamu untuk menjaga adik adikmu” sambung Yanti.


BAGIAN IV

Setiap pagi, siang dan malam Yanti berdoa agar Tuhan selalu memberikannya kesehatan dan kekuatan agar dia bisa bekerja untuk mengumpulkan uang demi keempat anak anaknya. Dia juga tidak lagi memikirkan suaminya yang telah berkhianat.

Ketika tubuh sujud berdoa, dengan tetesan air mata Yanti berkata dalam hati “aku harap suatu saat nanti kalian tau betapa besar cintaku kepada kalian dan kenapa aku melakukan semuanya ini”.

Sore itu Yanti mendapatkan izin untuk pulang lebih awal karena tidak enak badan. Setibanya di apartment, Roni menghampirinya dan mengajaknya bicara.

aku merasa bersalah dan berdosa. Sekian tahun lamanya aku telah menelantarkanmu dan anak anak” kata Roni lemah.
aku mohon diberikan kesempatan untuk kembali kepadamu” kata Roni lagi.
aku tidak enak badan dan tidak enak ngomong” kata Yanti sinis sambil masuk ke kamar dan menutup pintu kamar.

Begitu melangkah ke dalam kamar, Yanti merasa kakinya lemah tak mampu berdiri. Degup jantungnya berlari cepat. Ingin sekali dia berteriak namun bibirnya terkatup rapat. Tubuh lunglai tersungkur layu, bersandar pada daun pintu. Dia hanya dapat menangis.

semburat jingga menebar pesona
menjelajahi liku hidup
terajut kenangan
mengupas noda pada butiran cinta

Sekitar dua bulan lamanya Roni menjadi “anak baik” dan tidak lagi berhubungan dengan Shinta.

Di keheningan malam dimana langit tak berbintang, bayang bersembunyi di balik kelam. Rintihnya tak bersuara dari dasar rumpun bambu di antara bukit dan lembah.

Ron, apakah kamu benar benar mencintaiku ?” tanya Yanti
seandainya ada wanita lain di hatimu, tolong jangan sakiti aku lagi, dan kamu boleh pergi” tambah Yanti.
Yan. Aku menyadari semua kesalahanku di masa lalu dan berjanji tidak akan pernah mengulanginya lagi” jawab Roni.
bila kamu menghianitiku lagi, kita tidak akan pernah bertemu lagi” ancam Yanti dengan sorot mata tajam.
iya aku berjanji” kata Roni.
Aku juga ingin kita pindah ke lain negara bagian dan memulai yang baru” tambah Yanti

jemari terus menggores pena
bersyair demi seberkas asa
bila ada tersisa cinta
biarlah terajut kembali benang benang asmara

Merekapun pindah ke Florida dan mencoba memperbaiki hubungan mereka. Sejak mereka kembali bersama, Roni juga menyerahkan seluruh penghasilannya kepada Yanti.

Setelah bertahun tahun tinggal di Amerika merekapun merasa sudah kepalang tanggung dan ingin menetap di Amerika secara resmi. Komunikasi dengan anak anak hanya dilakukan melalui internet dan telephone.

Political Asylum atau Swaka Politik sangat popular bagi para pendatang dan pekerja Illegal di Amerika. Bila permohonan swaka politik seseorang dikabulkan maka orang tersebut akan menjadi penduduk resmi yang dapat tinggal dan bekerja secara resmi di seluruh negara bagian di Amerika. Hal ini juga menarik perhatian Yanti dan Roni untuk mendapatkannya. Hingga saat ini status keimigrasian mereka masih dalam proses, dan merekapun tetap bersabar menanti dengan penuh harap suatu saat pemerintah Amerika mengabulkan permohonan Asylum mereka. 

Seiring detak jarum jam dan bergulirnya waktu, kini sudah 15 tahun mereka tidak bertemu dengan anak anaknya.

Risma, si sulung akhirnya mampu menggenyam pendidikan sampai D3 dan kini bekerja di perusahaan export import sebagai Branch Manager.
Anak nomor 2 meraih gelar Sarjana-nya dari New Zaeland.
Anak ke 3 dan anak ke 4 masih kuliah di universitas swasta di Indonesia dan rencananya setelah lulus Sarjana mereka akan datang ke Amerika untuk melanjutkan program Pasca Sarjana (Master Degree) dan sekaligus berkumpul dengan orang tua mereka.

Yanti dan Roni tidak pernah lagi menemukan cinta seperti yang pernah mereka miliki dulu. Selembar kabut ungu telah menghalangi menyatunya kembali sebuah cinta sejati.

Ayun kaki terus melangkah pergi memunguti butiran butiran cinta yang tercecer di jalan setapak. Dengan menggenggam setitik asa, bayangnya sabar menghitung lembaran daun yang gugur sambil menanti keringnya luka di hati.


Tamat.

Raymond Liauw
Cedar Park – Texas.