Yang
menarik adalah 3 Ketua Umum ParPol besar pendukung ketiga pasangan
calon CaGub dan CaWaGub DKI turut terjun ke lapangan berkampanye.
Mereka
berusaha sekuat tenaga untuk memenangkan jagoan mereka bukan hanya
karena Jakarta sebagai Ibukota negara dan pusat pemerintahan tetapi
juga karena APBD nya yang mencapai angka lebih dari Rp.70 Trilyun per
tahun.
Bila
dihitung 1% dari Rp.70 T sama dengan Rp.700 Milyard per tahun belum
termasuk gratifikasi dari para pengusaha infrastruktur dan real
estate. Angka yang sangat menggiurkan bagi para "Tikus Tikus
Lapar".
Sebelum
Pak Jokowi dan Ahok memimpin Pemprov DKI, Jakarta memang sudah
menjadi kota Metropolitan dengan bangunan kantor pencakar langit,
Hotel, juga Real Estate.
Semua orang kagum melihatnya, namun mereka tidak tau dan tidak melihat bahwa terdapat ratusan bangunan bangunan tersebut yang berdiri di Lahan Hijau milik Pemda DKI. Para pejabat koruptor di Pemprov DKI mengeluarkan izin bahkan merubah tanah dari milik Pemprov DKI menjadi milik Swasta. Puluhan trilyun uang sogokan masuk ke kantong pribadi.
Semua orang kagum melihatnya, namun mereka tidak tau dan tidak melihat bahwa terdapat ratusan bangunan bangunan tersebut yang berdiri di Lahan Hijau milik Pemda DKI. Para pejabat koruptor di Pemprov DKI mengeluarkan izin bahkan merubah tanah dari milik Pemprov DKI menjadi milik Swasta. Puluhan trilyun uang sogokan masuk ke kantong pribadi.
Beruntung
sekali Pak Jokowi naik ke Kursi Presiden sehingga Ahok menjadi
penerusnya mengurus DKI. Saya yakin korupsi berjamaah sepertinya
sudah menjadi budaya di seluruh provinsi di Indonesia.
Sepuluh
tahun era sebelum Pak Jokowi memimpin, Tikus berpesta pora membagi
porsi APBN. Hal itupun juga terjadi di Pemprov DKI. Ahok terus
menggempur para koruptor di dalam jajarannya dengan terus mencoba
menutup setiap celah yang bisa dimanfaatkan oleh para rampok uang
negara yang juga uang rakyat.
Kita
semua tau siapa pendukung paslon nomor 1, dimana para Tikus Lapar
sedang berharap dan mengincar untuk ambil bagian mencicipi sebagian
dari APBD Rp.70 Trilyun.
Kita
tidak bisa bilang paslon nomor 3 akan memurak APBD untuk kantong
pribadi namun setidaknya kita semua tau bahwa dana kampanye yang
mereka gunakan sebesar hampir mendekati Rp.50 Milyard adalah dari
kantong pribadi mereka.
Seandainya mereka menang dalam Pilkada, maka gaji mereka ditambah tunjangan jabatan Gubernur pun selama 5 tahun (bila jujur tanpa korupsi dan tidak terima gratifikasi) tidak akan cukup untuk menutup biaya kampanye mereka.
Seandainya mereka menang dalam Pilkada, maka gaji mereka ditambah tunjangan jabatan Gubernur pun selama 5 tahun (bila jujur tanpa korupsi dan tidak terima gratifikasi) tidak akan cukup untuk menutup biaya kampanye mereka.
Seandainya
paslon nomor 2 memenangi Pilkada 2017 maka tidak dapat dipungkiri
bahwa paslon 2 ini adalah yang Pertama Dalam Sejarah pilkada bahkan
pilpres di negara Indonesia dimana CaGub dan CaWaGub menerima
sumbangan kampanye dari rakyat. Jumlahnya pun tidak tanggung tanggung
Rp.60 Milyard.
Suatu bukti nyata dimana rakyat rela berkorban mengeluarkan uang dan tenaga demi kemenangan paslon nomor 2.
Suatu bukti nyata dimana rakyat rela berkorban mengeluarkan uang dan tenaga demi kemenangan paslon nomor 2.
Kerja
keras Pak Jokowi untuk membangun Indonesia dan memberantas para
Koruptor harus didukung penuh oleh para pemimpin daerah.
Bila
anda merasa puas dengan hasil kerja Pak Jokowi menjalankan roda
pemerintahan yang baru dipimpinnya selama 2 tahun ini untuk membangun
dan mensejahterakan rakyat Indonesia, maka Ahok dan Djarot adalah
pilihan yang paling tepat untuk kembali duduk di pucuk pimpinan
Pemprov DKI untuk meneruskan dan menunjang program kerja Pak Jokowi
untuk membangun Indonesia khususnya membangun DKI Jakarta dan
mensejahterakan warganya.
Insya
Allah, minimal 51% warga DKI Jakarta mencoblos pasangan nomor 2 yaitu
pasangan Ahok - Djarot pada tanggal 15 February 2017.
Salam sejahtera dan sehat selalu.
Raymond Liauw