Pasangan
suami istri Tuan Calvin dan Nyonya Kimberly Smith adalah pasangan
yang berkecukupan dan masing masing memiliki perusahaan pribadi,
namun mereka tidak menemukan keharmonisan dalam kehidupan berumah
tangga.
Di
saat Nyonya Kimberly tidak berada di rumah, Tuan Calvin sering
membawa wanita lain untuk berpesta miras dan narkotik kemudian tidur
bersamanya.
Begitupun
Nyonya Kimberly yang juga sering bersama pria lain dalam keadaan
mabuk di malam hari ketika Tuan Calvin sedang ke luar kota.
Mereka
saling mengetahui apa yang mereka perbuat namun sepertinya mereka
tutup mata dan tidak peduli. Merekapun sudah tidak merasa sebagai
suami istri lagi.
Semua
hal ini dilakukan di depan mata putra tunggal mereka, Alexander yang
saat itu masih berusia 9 tahun.
Di
suatu pagi, para tetangga dikejutkan oleh raungan ambulan dan hanya
dalam sekejap belasan Polisi Los Angeles yang diperlengkapi dengan
senjata laras panjang telah mengepung rumah pasangan suami istri
tersebut.
Tuan
Calvin dan Nyonya Kimberly ditemukan tewas dengan lubang tembakan di
dada dan kepala. Pada waktu yang bersamaan Polisi juga mendapati Alex
yang tidak lain adalah putra tunggal dari pasangan tersebut sedang
menggenggam sebuah pistol kaliber 45 sambil duduk di kursi kerja sang
ayah sambil memandangi kedua mayat berlumur darah. Anehnya di setiap
kening para korban tergambar tanda 'X'.
Di
atas mejapun terdapat setumpuk berkas surat cerai yang telah
ditandatangani oleh Tuan Calvin dan Nyonya Kimberly.
Tanpa
bersusah payah Polisi meringkus si pelaku pembunuhan.
"Apakah
namamu Maxwell Alexander Smith ? tanya Jaksa penuntut
"Benar,
yang mulia" jawab Alex"Untuk apa pistol yang kamu genggam saat Polisi menemukanmu di ruang kerja ayahmu ?"
"Aku gunakan pistol itu untuk membunuh kedua orang tuaku" jawab Alex santai dan datar tanpa ekspresi di wajahnya.
"Kenapa kamu tega membunuh mereka ?
"Aku tidak suka dengan mereka" lagi lagi Alex menjawabnya dengan wajah serius tanpa ekspresi.
"apakah kamu menyesal ?"
"Tidak" jawab Alex tanpa pikir panjang.
"Hmm....... lalu apakah maksud tanda 'X' di kening kedua orang tuamu ?
"Tidak tau" demikianlah seterusnya Alex selalu memberikan jawaban tidak tau untuk setiap pertanyaan berikutnya yang diberikan Jaksa penuntut kepadanya.
Kuasa
hukum yang membela Alex berusaha agar clientnya dibebaskan dengan
syarat, namun pengadilan tetap memutuskan Alex dihukum penjara 15
tahun dengan therapy mental dan kejiwaan karena usianya yang masih
terlalu muda.
Selama
satu tahun di penjara, Alex terus mendapat bimbingan dokter jiwa.
Entah
bagaimana mulanya telah terjadi kekacauan di Lembaga Pemasyarakatan
di mana Alex ditahan dan dirawat. Dari sepuluh orang narapidana yang melarikan diri, sembilan diantaranya tertangkap kembali namun Polisi kehilangan jejak satu narapidana, dialah Alexander Smith yang kala itu sudah berusia 10 tahun.
Dua
puluh tahun kemudian, di sebuah kota kecil 50 kilometer dari kota
Denver di negara bagian Colorado, sedang hangat diberitakan
pembunuhan berseri yang pelakunya diduga orang yang sama dengan yang
pernah terjadi 21 tahun lalu di Los Angeles dimana para korban
mendapat tanda 'X' di dahinya.
Kasus
ini ditangani oleh Sheriff Samuel Lund yang memiliki perawakan tinggi
dan kurus.
Sore
itu Sheriff Samuel memberhentikan sebuah mobil yang berisi dua wanita
dan dua pria. Mereka adalah Joan, Adam, Eva dan Tom.
"Mau
kemana kalian ?" tanya Sheriff Samuel saat memeriksa surat surat
kendaraan dan kartu identitas keempat penumpang.
"kami
akan ke villa di kaki bukit untuk berakhir pekan""Kalian semua dari Los Angeles dan saya harap kalian sudah mendengar mengenai apa yang sedang terjadi di sini. Bila kalian melihat adanya sesuatu yang mencurigakan tolong hubungi saya" kata Sheriff Samuel sambil mengembalikan surat surat dan memberikan nomor telphonenya kepada keempat muda mudi tersebut.
“Terima kasih Sheriff. Kami sudah mendengar kisah itu dan pasti menghubungi bapak bila kami melihat ada hal yang tidak beres” sahut Adam sambil meraih surat surat yang disodorkan oleh Sheriff Samuel.
Setibanya
di villa yang dituju, kedua pasangan ini berhamburan seperti burung
lepas dari sangkar. Villa itu cukup besar dengan halaman luas dan
memiliki empat kamar tidur dengan ruang bawah tanah.
Walaupun
terlihat kuno tapi tampak sangat rapih terawat. Sayangnya villa
tersebut terlalu jauh dari keramaian begitupun juga tidak memiliki
tetangga. Jarak dari villa ke tempat Sheriff Samuel sekitar 5
kilometer.
Tampak
seseorang baru saja selesai merapihkan taman bunga, namanya Alfredo.
Konon Alfredo adalah bekas anak jalanan yang kemudian diajak bekerja
oleh si pemilik villa untuk menjadi penjaga dan tukang kebun villa.
Masa
kecil yang kurang menyenangkan membuat Alfredo sering bertingkah aneh
dan sangat pemalu bahkan hampir tidak pernah menatap wajah lawan
bicaranya. Dia selalu tertunduk saat berbicara. Tubuhnya yang kekar
dan tegap juga selalu terbungkus dengan jaket hijau tentara.
"Selamat
sore Pak. Kami berempat yang menyewa villa ini untuk tiga malam"
sapa Tom kepada Alfredo yang sedang membenahi peralatan kebunnya.
"Iya"
jawab singkat Alfredo sambil membenarkan topi capingnya"Apa bapak tinggal di dekat sini ?" tanya Joan
"di rumah kecil di belakang villa" sahut Alfredo dengan memalingkan wajah siap untuk meninggalkan kebun.
"Aneh tuh orang bicara tidak mau memperlihatkan wajahnya" bisik Eva kepada Joan yang juga tersenyum kecut.
Mereka
berempatpun memasuki villa untuk siap berpesta. Radio compo dan
beberapa botol minuman keras siap tersaji, tidak ketinggalan setumpuk
lintingan daun ganja dan beberapa kantong plastik kecil berisi bubuk
haram.
Dua
malam sudah mereka lalui dengan pesta miras dan obat bius. Mereka
berempat benar benar menikmati surga dunia.
“Tom,
kamu lihat Adam gak' ?” tanya Eva yang siang itu baru bangun.
“Tadi
malam dia mau ke luar sebentar tapi belum kembali” sambungnya.“Nanti kalau dia lapar juga balik” jawab Tom sambil menonton TV dan memanja Joan yang meletakan kepalanya di paha Tom.
Waktu
sudah menunjukan jam 6 sore dan langit mulai gelap diiringi gerimis
hujan yang turun sejak pagi tadi tapi Adam masih belum juga kembali
ke villa.
“Eva,
kamu tunggu di sini biar aku dan Joan cari Adam di luar dan kunci
saja pintunya”
“Ok,
Tom tapi jangan lama lama yah, aku iseng sendirian di sini” jawab
Eva.
Tidak
berapa lama kemudian mereka menemukan Adam telah tergeletak di dalam
gudang villa dengan berlumur darah dengan tanda 'X' di dahinya.
“Oh....
Tuhan, apakah yang telah terjadi pada Adam ?” jerit Joan dan
langsung memeluk Tom, kekasihnya.
Mereka
berdua lupa membawa hand phone. Namun, karena lokasi gudang dengan
pondokan Alfredo berdekatan, maka merekapun bergegas lari ke sana
ingin meminjam telephone untuk menghubungi Sheriff Samuel.
Setibanya
di pondokan, mereka juga menemukan Alfredo telah tergeletak dengan
luka tembak di dada.
Mereka
berduapun semakin panik dan bergegas lari kembali ke villa.
Tepat
di atas meja dimana telephone ditaruh, tubuh Eva telah menjadi mayat
tergantung dengan seuntai tali yang diikatkan pada tiang tangga dan
tanda 'X' di dahinya.
Aliran
listrik mati, Tom dan Joan tidak dapat menemukan hand phone mereka.
Suasana sore itu sekitar jam 7 benar benar mencekam ditambah gelap
dan hujan yang kian melebat.
Tiba
tiba mereka melihat sosok bayang yang ternyata Sheriff Samuel.
“Oh....
Sheriff Samuel, bapak tepat sekali datang kepada kami. Kedua teman
kami tewas terbunuh, begitu juga dengan Alfredo pengurus kebun”
sambut Joan dengan wajah pucat dan gemetar penuh harap.
Tetapi
tiba tiba Sheriff Samuel menembakan pistolnya ke arah tubuh Tom yang
seketika itu juga rubuh ke lantai.
“Tidaaaaakkkk......”
teriak Joan histeris.
“Kenapa
bapak membunuh kekasih saya ?”“Jangan lah bapak bunuh saya, saya mohon jangan pak” tangis pilu Joan sambil memeluk tubuh Tom.
Dengan
langkah gontai Sheriff Samuel berjalan ke arah Joan.
“Aku
tidak pernah tau apa yang akan terjadi pada diriku bila pasangan
suami istri Lund tidak mengadopsiku menjadi anaknya” ujar Sheriff
Samuel memulai ceritanya.
“Mereka
adalah pasangan baik yang saling mengasihi dan tidak pernah berbuat
maksiat”.“Namun, hidup ini sangat tidak adil karena aku hanya mengenal mereka 5 tahun sebelum kecelakaan maut merenggut jiwa mereka”.
“Lihatlah
diri kalian yang selalu berpesta pora dengan barang haram. Malam ini
aku akan memberikan tanda 'X' di dahi kalian sebagai tanda moral
kalian yang bejad layaknya kedua orang tua kandungku”.
Tatapan
bengis Sheriff Samuel kepada Joan semakin tampak dan alis matanya
mengerling sangat mengerikan. Perlahan pistolnya diarahkan ke kepala
Joan dan siap untuk menarik pelatuknya.
Saat
itu, Joan tidak dapat lagi berbuat apa apa selain merangkul jasad Tom
yang sudah mulai mendingin sambil menutup kedua matanya dan pasrah
berdoa.
Dor.....Dor.....Dor......
terdengar tiga tembakan.
Dua
peluru menembus punggung dan satu peluru melubangi tempurung kepala
Sheriff Samuel yang kemudian ambruk tak berkitik bermandi darah.
Joan
sangat terkejut dan berteriak teriak histeris seperti orang gila,
hingga seseorang yang menggenggam sebuah walky talky menghampirinya.
“Tenang
nona, tenang. Saya akan menolong nona. Semuanya sudah selesai dan
nona kini aman” sapa orang tersebut kepada Joan.
“Selesai
sudah, kalian boleh segera masuk” sambungnya berbicara melalui
walky talky-nya.
“Maaf,
bukankah bapak telah tewas tertembak di pondokan bapak ?” tanya
Joan kepada pria bertubuh kekar tegap bermantel jaket hijau tentara
yang berdiri di hadapannya.
“Perkenalkan
nama saya sebenarnya adalah Scorpion Vincent, bukan Alfredo, dan nona
silahkan cukup panggil saya Scorpion”.
“Saya
dari kepolisian Los Angeles yang sejak 20 tahun lalu ditugasi mencari
residivis bernama Maxwell Alexander Smith yang saat itu masih berusia
10 tahun”.“Selama ini pelaku selalu berpindah tempat tinggal dan sangat sulit dilacak. Tetapi sejak beberapa bulan lalu kami sudah mencurigai dan mencium bahwa Alex sedang beraksi di kota Denver ini”.
“Beruntung sekali saya selalu menggunakan baju anti peluru di balik jaket hijau saya” sambungnya dengan senyum menutup pembicaraannya dengan Joan yang saat itu sudah dikelilingi oleh para medis.
Malam
itu seorang detektive dari Los Angeles siap menutup sebuah kasus
pembunuhan berseri tanda 'X'.
No comments:
Post a Comment