Friday, November 20, 2015

“PAPA MINTA SAHAM” dan FREEPORT INDONESIA


Belakangan ini, setiap kali membuka FB, saya selalu disuguhi DENGAN berita heboh “Papa Minta Saham”. Berbagai tanggapan yang bisa dikatakan semuanya menuntut Setya Novanto untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI, juga meminta pemerintah untuk menindak lanjuti kasus ini bahkan hingga ke ranah hukum.


Pada awalnya saya berpikir kasus korupsi di Indonesia sudah sangat lazim terutama dilakukan oleh pejabat negara yang memiliki kewewenangan sehingga merasa dirinya kebal hukum.

Namun, setelah saya perhatikan kasus ini unik dan bukan sekedar korupsi biasa karena menyangkut salah satu perusahaan tambang terbesar di dunia.


Ketika sebuah negara baru merdeka atau ingin bangkit dari kehancur leburan akibat perang, negara tersebut membutuhkan banyak dana untuk melakukan pembangunan.

Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa Amerika Serikat (AS) dan Eropa akan selalu mengincar dan menawarkan bantuan dengan melakukan investasi asing kepada negara tersebut.


ORDE LAMA

Selepas Indonesia merdeka, AS mengundang Presiden pertama RI, Ir. Sukarno untuk melakukan kunjungan ke negara Paman Sam tersebut bertemu dengan Presiden John F Kennedy. Entah mungkin “kesukaan” Bung Karno telah banyak diketahui orang maka ketika berkunjung ke AS, Bung Karno juga dipertemukan dengan bintang film Hollywood yang saat itu terkenal karena kecantikannya, Marilyn Monroe.

Saya yakin saat itu AS ingin menggandeng negara baru Indonesia sekaligus dijadikan sekutunya. Dengan demikian AS dapat memanfaatkan posisi strategis Indonesia untuk dibangun pangkalan perang sekaligus menjadi pusat kantor CIA di Asia Tenggara.


Dalam kenyataannya, Bung Karno bukanlah seorang Pria yang dapat disetir apalagi dijadikan 'boneka' oleh siapapun layaknya mantan Presiden Philllipina – Ferdinan Marcos.

Sifatnya yang keras pantang dijajah, pantang diatur dan pantang didikte oleh asing, membuat Bung Karno memutuskan untuk keluar dari PBB. Sebaliknya, beliau justru mempererat hubungan Indonesia, China dan Uni Soviet (saat itu), dimana akan digalang sebuah kekuatan baru, yaitu Jakarta - Beijing - Moscow.

Washington kalang kabut sehingga dengan keterlibatan CIA terjadilah drama yang sangat memilukan. Sebuah drama yang mencoreng sejarah bangsa Indonesia, G30S PKI dengan pemeran utama Bapak Suharto.


Bagi saya sejarah Indonesia sangatlah elok untuk dinikmati apalagi bila ada sutradara film sekelas Steven Spielberg mampu menampilkannya melalui layar lebar. Kalau sutradaranya sekelas Raam Punjabi, lebih baik jangan sebab durasi film 3 jam bisa molor menjadi 300 jam.


ORDE BARU

Setelah terjadi pembantaian terhadap 7 Jenderal, Indonesia membuka lembaran sejarah baru yang dipimpin oleh seorang Jenderal yang terkenal sangat ramah, namun di balik senyumnya terdapat suatu sifat kepemimpinan yang tidak dapat disentuh oleh rakyat. Mungkin type pemimpin inilah yang dibutuhkan oleh rakyat Indonesia saat itu.

Apapun yang terjadi dan telah terjadi pada garis tangannya, Suharto menjadi Presiden RI melengserkan Bung Karno pada bulan Maret tahun 1967.

Sangatlah tidak etis bila seseorang yang telah dibantu tidak menghiraukan pihak yang telah membantu, apalagi telah dibantu untuk menjadi orang nomor satu di sebuah negara.

Begitupun halnya dengan Suharto yang juga ingin “membalas jasa” pemerintah AS, maka pada tahun yang sama beliau menjadi Presiden RI kedua, dibuatlah kesepakatan kerjasama antara AS dan Indonesia dalam bentuk penanaman modal asing PT FREEPORT INDONESIA (PTFI), sebuah perusahaan tambang raksasa yang berpusat di Amerika Serikat (AS). Lokasi penambangan dilakukan di Irian jaya (kini Papua).


ORDE REFORMASI

Berpuluh tahun PTFI telah mengeruk jutaan ton emas, hasil bumi Ibu Pertiwi dibawa terbang. Yang sangat mengharukan adalah hingga hari ini rakyat Papua masih belum banyak menikmati hasilnya. Ratusan dari mereka terutama yang hidup di pedalaman Papua masih mengenakan cawat koteka layaknya manusia purba walau hidup di zaman modern canggih ini.

Ternyata, telah terjadi “kebocoran” yang bukan hanya setetes atau dua tetes, melainkan layaknya sungai yang airnya deras mengalir menelusuri ranting ranting untuk memenuhi kantong para pejabat baik daerah maupun pejabat di pemerintah pusat.


Sejak Sang Jenderal Suharto tumbang dari pucuk pimpinan tahun 1998, Indonesia sudah beberapa kali melaksanakan Pemilu dengan pergantian Presiden. Belum ada seorang Presiden-pun yang mampu membongkar kokohnya cengkraman Mafia hingga akhirnya Indonesia memiliki seorang Presiden yang pada awalnya diragukan kemampuan memimpinnya. Bukan hanya karena tubuhnya yang kurus tetapi juga gaya bicaranya yang gemulai dikhawatirkan akan menjadi boneka partai politik pendukung.


Apa yang dikhawatirkan oleh rakyat Indonesia ternyata salah total. Dengan tetap melestarikan budaya nenek moyang, sosok Jokowi yang lemah lembut, sopan dan beriman bukanlah sosok yang mudah untuk dijadikan sebuah boneka apalagi diatur dan didikte oleh bangsa asing.


PTFI yang selama puluhan tahun tidur di ranjang bulu angsa di ruang sejuk ber-AC, berpesta pora bersama para pejabat koruptor peminum “darah” rakyat Indonesia, kini kalang kabut karena kontraknya akan berakhir beberapa tahun ke depan dan belum ada tanda tanda dari pemerintahan Jokowi – JK untuk melakukan perpanjangan. Bahkan sebaliknya, pemerintah Indonesia berniat akan mengambil alih 100% saham PTFI.


Dalam kekisruhan ini, tiba tiba mencuat rekaman pembicaraan seorang pejabat tinggi negara, Setya Novanto – Ketua DPR RI dengan salah satu pejabat PTFI berserta seorang pengusaha konglomerat Indonesia.

Dalam rekaman itu pejabat tinggi negara tersebut mencatut nama Kepala negara RI berserta wakilnya untuk memperoleh saham PTFI sebanyak 20% untuk memuluskan perpanjangan kontrak kerja sama penanaman modal asing antara Freeport dengan pemerintah Indonesia.


Mulai dari rakyat biasa, politikus, hingga petinggi partai memberikan komentarnya termasuk seorang politikus kondang, Prof. DR. Amien Rais yang juga kita kenal sebagai Bapak Reformasi karena berhasil “membujuk” rakyat Indonesia terutama mahasiswa untuk menumbangkan Orde Baru.

Dengan suaranya yang lantang Pak Amien Rais meminta pemerintah untuk membongkar tuntas kasus “Papa Minta Saham” yang memang diinginkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia.


Terlepas dari setuju atau tidak setuju dengan Amien Rais, saya melihat kasus ini dengan hal yang nyata untuk dipertimbangkan:


Pertama, selama puluhan tahun PTFI telah melakukan investasi Trilyunan dollar pada penambangan di Papua sehingga sangatlah sulit untuk menerima kenyataan bila harus hengkang apalagi diusir dari indonesia. Belum lagi, seandainya PTFI itu adalah bukan hanya sekedar perusahaan tambang biasa, tetapi juga sejak tahun 1967 merupakan “Kantor CIA” di Asia Tenggara.

 
Kedua, selama ini pula para mafia “tikus” pejabat negara merampok trilyunan rupiah uang rakyat untuk memenuhi pundi pribadi dengan memanfaatkan jabatan dan wewenang yang disandangnya. Apakah mereka dengan mudah merelakan pemerintahan Jokowi JK mengobrak abrik pendaringannya ??


Ketiga, pemilu Indonesia tahun 2014 adalah pemilu yang paling seru sepanjang sejarah sejak Indonesia merdeka. Pasangan Jokowi JK dinyatakan keluar sebagai pemenang walau tidak dengan angka mutlak. Berarti masih banyak rakyat Indonesia yang menjadi pendukung loyal kepada pasangan yang kalah. Bahkan bila kita ingin bicara secara jujur, hingga kinipun dalam kenyataannya masih banyak diantara para pendukung pasangan yang kalah, berharap agar Jokowi JK gagal dalam melaksanakan tugasnya sebagai Presiden dan Wakil Presiden.


Dari ketiga hal yang saya sebutkan di atas, saya berharap rakyat Indonesia untuk terus selalu waspada akan timbulnya gejolak yang dapat memecah belah NKRI, terutama bila benar benar pemerintah Indonesia mengambil alih 100% saham PTFI.


Dengung Anti Syiah kian deras diteriakan. Bangkitnya PKI masih disuarakan sejak pemilu tahun lalu. Ditambah seruan Anti Wahabi dan Anti ISIS juga dilontarkan oleh para tokoh ulama.


Negara Indonesia didirikan dengan tumpahan darah dan pengorbanan jiwa para pahlawan. Janganlah kita hancurkan Bumi Pertiwi hanya untuk kepentingan pribadi atau golongan atau partai politik tertentu.

NKRI harga mati, tidak dapat ditawar dan tidak dapat digadaikan.
Bersatu kita teguh, Bercerai kita runtuh.

MERDEKA !!!


No comments:

Post a Comment