“Matt,
apakah kamu pernah berpikir untuk mempunyai keluarga
?” tanya Olga manja kepada Matthew ketika mereka
sedang menyusuri jalan setapak.
“Oooohhh…..
Matt….. inikah jawabanmu ?” ujar Olga berwajah
ceria ketika membuka bungkusan yang diberikan Matt
yang ternyata sebuat cincin solitaire bermata kilau
berlian sebagai tanda pinangan.
Kedua
anak manusia yang dulunya berteman sebentar lagi akan
bersatu perahu mengarungi bahtera rumah tangga. Gelora
asmara yang begitu kuat tak lagi terbendung, bahkan
sentuhan desah napas mereka membelah kesunyian malam
hingga mentari pagi menjulang.
Hubungan
asmara mereka sebenarnya sudah tercium oleh pusat
Kremlin Moscow, namun belum saatnya memisahkan mereka
dalam bertugas.
Siang
itu kantor Kremlin digemparkan dengan desas desus
bocornya rencana pembunuhan Presiden Rusia, Vladimir
Putin yang rencananya akan dibunuh saat melakukan
kunjungan kenegaraan ke Kuba untuk bertemu dengan
Fidel Castro pekan depan.
“Kita
semua yang berada di ruang ini sudah mendengar.
Janganlah menganggap remeh desas desus ini”.
“tingkatkan
pengawasan dan perketat keamanan”.
“Minggu
depan Boss akan mengunjungi saudara saudara kita di
Kuba. Aku tidak ingin rencananya dibatalkan dan aku
secara pribadi yang akan langsung mendampinginya.
Disamping itu, ada sesuatu yang harus kuselesaikan di
sana”.
“Bila
issu itu benar, biarlah aku mati bersama Tuan
Presiden. Paling tidak, akan ku berikan nyawaku untuk
menyelamatkannya” ujar Leonid Kasparov salah seorang
petinggi KGB dalam rapatnya dengan nada berapi api.
Leonid
Kasparov memulai karirnya di KGB ketika terjadi perang
Teluk di Irak. Kepiawaiannya memainkan peran di Timur
Tengah membuahkan hasil hingga karirnya meningkat
pesat. Untuk memastikan tugasnya selesai dengan baik
sempurna, Leonid tidak segan segan membantai satu
keluarga bahkan bayipun kalau perlu dibunuhnya.
Sementara
di daerah perbukitan tandus di Kuba terdapat sebuah
bangunan raksasa di bawah tanah. Tempat itu konon
hampir tidak pernah terjamah oleh orang biasa karena
penuh mistery. Siapapun yang tiba ke tempat itu tidak
pernah kembali alias hilang tanpa jejak. Namun, hanya
mereka yang memiliki kata sandi yang dapat memasuki
wilayah tersebut. Mereka adalah hanya orang orang
Kremlin dan petinggi Kuba.
Bermodalkan
ilmu yang diperolehnya dari MIT (Massachusetts
Institute of Technology) jurusan Atom, Dmitry Osglov
merupakan Kepala Divisi Nuklir yang saat ini
ditugaskan untuk melakukan serangkaian percobaan di
Teluk Mexico.
“Rencana
Boss dan Castro untuk mencoba ‘bayi’ nuklir ini di
Teluk Mexico akan tetap berjalan minggu depan” tegas
Dmitry kepada beberapa agen di sebuah ruangan. Selain
Olga dan Matthew, di situ juga ada James dan Ronin.
“Aku
dengar Leonid Kasparov juga akan mendampingi Boss”
tambahnya dengan kerut di kening.
“hmmm…….
Leonid sialan……. untuk apa dia datang ke Kuba”
pikir Olga dalam hati yang memang tidak menyukai pria
dengan julukan si “Bengis” itu yang juga mantan
atasannya ketika masih bertugas di Timur Tengah.
Selama
beberapa hari menjelang kedatangan pemimpin Rusia
berserta rombongan, pikiran Olga berkutat carut marut.
“Oh…..
tidak apa apa, mungkin hanya karena aku terlalu
semangat untuk melihat ledakan di Teluk Mexico
beberapa hari lagi” jawab Olga berbohong.
“Aku
yakin kamu dapat mengatasinya” sahut Matt meyakinkan
calon istrinya itu.
Semua
tingkat pengamanan semakin diperketat sehubungan
dengan issu pembunuhan terhadap orang nomor satu di
Rusia itu semakin menyalak, terlebih ketika Putin
telah menginjakan kakinya di tanah Kuba sejak dua hari
lalu.
Pada
malam sehari sebelum percobaan nuklir di Teluk Mexico
yang juga akan dihadiri oleh kedua pemimpin Rusia dan
Kuba itu, seseorang berhasil menyusup ke dalam kamar
hotel Leonid Kasparov dan berhasil menancapkan belati
tepat di antara kedua bola matanya, namun berita
peristiwa ini berhasil “dibekukan” oleh para
pengawal Putin selama di Kuba agar tidak dikonsumsi
oleh media cetak. Sedangkan pelaku pembunuh gelap yang
menggunakan topeng hitam berhasil melarikan diri tanpa
diketahui identitasnya.
“Bangsat
!! Sungguh memalukan !!” bentak Dmitry yang pagi itu
telah mengumpulkan keempat agen, Olga, Matthew, James
dan Ronin.
“Inikah
yang Pentagon inginkan, melakukan perang terbuka
dengan kita ?” teriak marahnya.
Selagi
Dmitry masih mengoceh ….. biip ….. biip …..
biip….. sebuah pesan singkat muncul di hand
phonenya.
Wajah
Dmitry seketika memerah. Matanya bringas menatap wajah
para agen di hadapannya satu persatu, kemudian
menghisap cerutu dalam dalam dengan wajah menengadah
ke langit langit. Whuuuusssss…….. hembusan asap
cerutu keluar dari celah bibirnya seperti cerobong
asap.
“Ada
perubahan rencana. Boss memutuskan bertolak balik ke
Rusia pagi buta tadi” kata Dmitry perlahan dan
kembali dihisap cerutunya dalam dalam.
“Kremlin
mau kita batalkan plan A dan jalankan plan B”
whuuuusssss…….. lagi lagi asap cerutu terhembus
dari mulutnya.
Keempat
agen saling bertatapan bingung, sepertinya tidak tau
kalau ada plan B dalam operasi ini, begitupun Olga dan
Matthew.
“Plan
B ? apa itu ?” tanya Matthew.
“Boss
menginginkan rudal rudal itu ditembakan ke Gedung
Putih dan markas Pentagon untuk melihat hasil langsung
secara nyata” lirihnya dengan tatapan tajam kepada
Matt.
“Apakah
aku tidak salah dengar ? banyak penduduk sipil yang
akan menjadi korban” kata Ronin dengan dahi
dikerutkan dan melirik pada James.
“Rencana
gila. Lebih baik dibatalkan daripada membantai manusia
tak bersalah” teriak James dengan penuh semangat.
Olga
bertolak pinggang meliukan tubuh rampingnya lalu
perlahan melangkah ke arah Ronin dan James.
“bertahun
tahun seluruh rakyat Rusia menderita akibat sanksi
ekonomi oleh Gedung Putih” sahut Olga ketus.
“apakah
mereka pernah memikirkan rakyat Rusia mati kelaparan
dan perang saudara ?”
“negara
bedebah itu telah membuat kita menderita”
“akan
kita buat mereka mengerti dan merasakan arti sebuah
penderitaan”
“lihatlah
yang mereka lakukan tadi malam. Bila saja Boss tidak
menukar kamar hotelnya dengan Tuan Leonid maka Rusia
akan dipermalukan” umpat Olga.
“hhmmmm……..
sepertinya aku mencium bau “tikus” di ruang ini”
pikir Dmitry dalam hati dan kembali memandangi satu
persatu wajah para agen di hadapannya.
Tiba
tiba dia mencabut pistol dari balik jasnya dan dor….
dor…. dua ledakan ke dada kiri James cukup membuat
pria bertubuh tinggi kurus itu tersungkur bermandi
darah.
Gerak
reflek Olga, Matt dan Ronin pun serentak segera
mencabut pistol masing masing lalu mengarahkannya ke
Dmitry.
“STOP
!!! STOP !!! STOP!!!.....” teriak Dmitry mengangkat
kedua tangannya.
“Ok…..
ok….. aku ingin menujukan sesuatu yang baru kuterima
kepada kalian”.
Perlahan
Dmitry meletakan pistolnya di atas meja, lalu dia
meraih handphone dan memperlihatkan kepada mereka
cuplikan beberapa photo James berpesta dengan para
petinggi CIA di berbagai acara dimana James mengenakan
badge CIA.
“Kurang
ajar !! ternyata selama ini aku dan keluargaku sering
makan malam bersama anjing CIA…. cuiihh….” umpat
Ronin kesal meludahi mayat James. Belum cukup lagi
Ronin pun menginjak pelipis James dengan sepatu boot
nya dan seketika itu juga biji mata James meloncat
keluar. “Anjing CIA……cuuiiihhhhh” sekali lagi
dia memaki dan meludahi mayat James.
“Inilah
harinya kita berpesta, mari ke ruang pengendali”
ajak Dmitry.
Matthew
yang sejak tadi masih menggenggam pistolnya sekonyong
konyong menarik pelatuk ….dor…. satu peluru cukup
melubangi kepala Ronin dan menghamburkan otaknya.
Situasi tak terkendali, saling tembak Dmitry dengan
Matthew dalam satu ruangan. Olga hanya melongo seakan
tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi di depan
matanya.
“Aku
ke ruang kendali. Biar ku bumi hanguskan Amerika !!”
teriak Olga sambil berlari.
“OLGAAAAA……..”
teriak Matthew, namun malang baginya beberapa peluru
yang dimuntahkan oleh Dmitry menghantam lambung dan
kaki kanannya, walaupun pada akhirnya Matt berhasil
melumpuhkan Dmitry dengan dua tembakan di dada dan
satu di kepala.
Dari
dalam gedung semua karyawan tampak panik berhamburan
keluar menyelamatkan diri setelah mereka mendengar
suara tembak menembak. Dengan tertatih tatih Matthew
pun berhasil mengejar Olga.
“Olga…...
tolong jangan kamu lakukan itu” pinta Matthew.
“Jangan
coba coba menghalangi aku, Matt !” bentak Olga tetap
menuju tombol kendali.
Baru
saja telunjuk Olga siap menekan tombol merah itu,
sebuah peluru melesat dari arah belakang menghantam
dada kirinya tembus mengoyak jantungnya. Olga berbalik
dan tersenyum menatap dia yang melepaskan tembakan.
“Kenapa
kamu lakukan ini ?” tanya Olga dengan napas mulai
tersengal.
“Aku
mencintaimu tetapi aku lebih mencintai bangsa dan
negaraku, United State of America” sahut si penembak
yang tak lain adalah kekasihnya, Matthew McDonald.
Perlahan
Olga menghampiri Matt yang masih terduduk di lantai
dengan punggung bersandar di tembok menahan rasa
nyerih pada kaki kanannya dalam keadaan penuh lubang.
Darah pun terus mengalir dari lambungnya.
“Matt,
aku mencintaimu walau aku tau siapa kamu sebenarnya”
“Itulah
alasanku kenapa aku melenyapkan Leonid tadi malam. Si
bengis itu akan mengeksekusimu di ruangan ini di
hadapan Boss dan Castro”
“Apakah
kamu sudah merasa puas telah menyelamatkan negaramu ?”
lirih Olga
“Aku
pikir inilah tugas terakhirku dan aku ingin sekali
menimang seorang bayi” lanjutnya sambil terbatuk
darah.
“Apa
maksudmu Olga ?” tanya Matt penasaran.
Olga
merangkul Matt untuk merapatkan tubuhnya lalu
mendekatkan wajahnya ke telinga Matt agar suara
lemahnya dapat lebih jelas terdengar.
“Sejak
bulan lalu aku mengetahui bahwa aku positive hamil
tapi aku sengaja tidak memberitahumu karena aku ingin
membuat kejutan setelah proyek ini selesai” jawab
Olga diikuti suara batuk darah yang semakin parah.
Tubuhnya
lemas lunglai di pelukan Matt yang hanya dapat memeluk
dan menangisi kekasihnya itu.
“Ohhh…….
tidak…. Olga…. tidak…. TIDAAAAKKKKKKK…..”
jerit Matt menciumi wajah kekasihnya yang kian dingin
membeku.
Baik
Washington maupun Moscow tidak lagi menyebut nama
Matthew McDonald yang dikenal sebagai agen ganda, dan
namanyapun telah dihapus dari daftar keagenan. Kabar
angin mengatakan abu jasad Matthew telah ditebar di
Teluk Mexico sebagai pengganti rudal yang semestinya
diluncurkan dihadapan Vladimir Putin dan Fidel Castro
lima bulan lalu.
Musim
Winter baru saja berakhir. Tercium angin sepoi
menghantar Spring melalui desiran ombak pantai Santa
Barbara, California.
“Bagaimana
kondisinya, Dok ?” tanya seorang Pria berpakaian
rapih perlente kepada Dr. Ronald.
“Masih
belum menunjukan adanya kemajuan, Tuan Senator”
jawab Dr. Ronald kepada si tamu pria yang ternyata
adalah seorang Senator.
“Dia
sering mengigau dalam tidurnya memanggil manggil
sebuah nama seorang wanita yang saya yakini adalah
kekasihnya”
“Anehnya
lagi si wanita tersebut tidak pernah sekalipun
mengunjunginya sejak dia dirawat di sini” kata Dr.
Ronald memberikan informasi kepada si Senator.
“Hmmm……
baiklah, Dok. Rawatlah dia terus dengan baik” ujar
Senator perlente tersebut sambil menepuk bahu seorang
pasien pria di kursi roda, kemudian dia mengayunkan
langkahnya menuju pintu keluar.
Si
pasien pria yang tengah duduk di kursi roda sedang
menikmati panorama pantai bersama beberapa pasien
lainnya. Dia hanya dapat memandangi seorang wanita
muda sedang bermain dengan seorang bayi mungil dari
kejauhan. Sesekali si wanita bersama si bayi
melambaikan tangan dan melepaskan senyuman ke arahnya,
lalu dia pun membalasnya dengan senyuman dan lambaian
tangannya.
Nyanyian
ombak terus mengalun menghantarkan senja tenggelam.
Tampak cahaya redup Sang Dewi Malam memayungi Rumah
Sakit Jiwa dimana Matthew McDonald yang telah
kehilangan kaki kanannya kini dirawat. Suara suara
jangkrik pun siap menemani keheningan malam untuk
menutup agenda hari itu.
No comments:
Post a Comment