Persoalan
korupsi di pemerintahan seakan sudah mendarah daging dan
melibatkan hampir semua
pejabat di negara
ini. Mulai dari tingkatan Ketua RT hingg
Menteri-pun sudah putus urat malunya.
Mereka hanyalah para politikus preman yang mengatasnamakan rakyat
jelata dan berkedok agama.
Rakyat
sudah benar benar muak melihat tingakh laku mereka yang selalu santun
ramah di depan kamera tetapi menghisap darah rakyat untuk menumpuk
kekayaan pribadi dan kekuasaan berdinasty.
“siape
presiden jagoan luh, mat ?” tanya Asep kepada Rohmat yang sedang
membersihkan gerobak sate dagangannya.
“pilihan
gue sih gak' muluk muluk, sep, asalkan orangnye bener, jujur, dan
memihak rakyat kecil kayak kite begini. Apalagi bisa mensejahterakan
rakyat miskin dengan sekolah gratis dan rumah sakit murah”.
“iye
juga sih bener yang elu bilang, mat. Liat aje nih yang sekarang udah
10 taon mimpin tapi kehidupan kita makin susah begini, belom lagi
makin banyak pejabat koruptor”.
Pergunjingan
kebobrokan pemerintah menjadi sebuah topik hangat masyarakat terutama
di kalangan bawah. Para Wakil Rakyat hanya
mengumbar janji saat berkampanye tetapi setelah mereka terpilih
menjadi anggota dewan, mereka tidak lagi peduli dengan nasib rakyat
kecil. Yang ada dipikiran mereka bagaimana menjadikan keluarga dan
saudara saudaranya kaya raya.
Perebutan
kursi Presiden sangatlah alot dan saling menjatuhkan antar ketua
partai. Bentrokan antar para pendukung seringkali tak terelakan
bahkan beberapa di antaranya rela melepas nyawa cuma karena membela
calon Presiden pilihannya.
Berdada
busung, berjalan tegap
berwibawa menunjukan
kegagahannya sebagai mantan prajurit khusus. Walaupun usianya sudah
berkepala 6 tetapi raut wajah tampannya
masih jelas tampak. Banyak orang memberinya
julukan sebagai Macan Asia.
Dengan
setelan celana dan safari putih layaknya
seorang Ksatria
beliau
menunggangi kuda terbaiknya. Jutaan pasang bola mata kagum apalagi
para wanita terus memuji kegagahan dan ketampanannya.
Begitu
anggun dan berwibawa, beliau
menaiki panggung dan memulai
pidatonya yang berapi api “Aku akan memperjuangkan nasib rakyat
kecil dan janganlah kalian memilih pemimpin boneka”.
Berjam
jam beliau
berteriak teriak di atas panggung untuk
mencapai impian yang dianganinya sejak kecil yaitu menjadi seorang
Presiden.
Para
lawan politiknya terus mencoba untuk menjegalnya dengan mengungkit
kembali kasus kasus lama seperti HAM dimana ketika itu beliau masih
active sebagai prajurit sapta marga. Beliau menanggapinya dengan
senyum sambil berdiplomasi ketika para wartawan menanyainya “Sudah
ribuan kali saya menjawabnya dan itukan masalah lama yang kasusnya
sudah ditutup, kenapa sekarang diungkit kembali?”
Tidak
diragukan prestasi dan pengalamannya di dunia ke-tentara-an.
Berkali kali beliau
terjun ke medan tempur dan membebaskan para sandera yang dijadikan
tawanan oleh sekelompok pemberontak.
Mungkin
oleh karena
beliau adalah mantan seorang prajurit
dengan pangkat terakhir hampir mendekati
Jendral penuh jadi gaya bicara beliaupun
sangat tegas, namun masyarakat yang melihatnya sering menganggap
beliau adalah seorang yang sangat temperamental dan pemarah.
Sayang
sekali kehidupan rumah tangga beliau kurang
harmonis yang mengakibatkan
beliau harus mengakhiri tali perkawinan dengan istrinya yang juga
putri dari seorang mantan Presiden legendaris. Dari
hasil perkawinannya beliau dibuahi seorang putra.
Apapun
celoteh ejekan negative tidak digubrisnya. Strategynya itu pun
membuahkan hasil dimana beliau dapat menarik simpati partai
politik lain untuk menjadi pendukungnya yang jumlah totalnya melebihi
partai politik pendukung calon Presiden pesaingnya, si Banteng
Kerempeng.
“Dulu
ibu itu pernah berjanji akan mendukung saya untuk menjadi Presiden.
Perjanjian politikpun kami tandatangani berdua, tetapi lihatlah kini
ibu itu malah memajukan anak buahnya yang Kerempeng itu menjadi lawan
politik saya. Bagaimana saya tidak sakit hati ?” lantangnya kepada
para wartawan.
“janganlah
kalian pernah mau dipimpin oleh pemimpin pengingkar janji” “belum
lagi 5 tahun memimpin ibukota si Kerempeng sudah mau jadi Presiden”
“si Kerempeng itu haus kekuasaan” ujarnya melampiaskan
kemarahannya terhadap saingan politiknya kepada para wartawan baik
dalam maupun luar negeri.
Dua
kubu yang berlawanan saling melontarkan kampanye hitam. Carut marut
pro dan kontra kedua kubu kian memanas. Tidak ketinggalan para
petinggi politik saling melontarkan kata kata kasar saling ejek
sambil mencari simpati rakyat untuk memilih calon Presiden yang
diusungnya. Media TV juga mempertemukan kedua sosok calon Presiden
untuk debat terbuka yang disaksikan oleh puluhan juta pemirsa.
Kecurangan
kecurangan dilakukan oleh kedua kubu saat pemilihan berlangsung.
Merekapun saling mengklaim bahwa merekalah pemenangnya terlebih
dengan adanya beberapa perusahaan survey abal abal yang menyediakan
data fiktif kepada masyarakat.
Untung
tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, si Banteng Kerempeng
menjadi pemenang.
“kurang
ajar, bagaimana si Kerempeng bisa menang ?” sang Macan Asia protes
“bapak
tenang saja, biar nanti semua kita yang atur” jawab para petinggi
partai partai pendukungnya.
Segala
upaya protes dilontarkan oleh para partai pendukung Macan Asia mulai
kepada penyelenggara pemilu hingga ke Mahkamah Konstitusi, namun
semuanya tetap memihak kepada si Kerempeng.
Para
petinggi partai dan politikus semakin tidak dapat menahan emosi.
Banyak prilaku dan kata kata aneh yang keluar dari mulut mereka. Yang
terlihat baik ramah menjadi kasar dan mengeluarkan kata kata hujatan
kotor. Yang terlihat alim berwibawa kini terlihat menjadi rasis
diskriminasi.
Konflik
kedua kubu terus menjadi berita panas dan paling diminati bukan hanya
oleh para pembaca di dalam negeri tetapi juga masyarakat
internasional. Gejolak ini sangat mempengaruhi suhu politik dan
ekonomi di dalam negeri.
Di
sebuah ruang sejuk ber AC, tampak dua bayang yang sangat
akrab duduk berbincang penuh sopan santun
layaknya keluarga priyai sambil menyantap jajanan pasar pisang
goreng, getuk, dan kopi susu hangat. Di sekitar ruang tampak beberapa
kerajinan tangan karya anak bangsa yang dijadikan sebagai penghias
ruang.
Sejak
tadi kedua bayang tersebut menikmati sebuah tontonan di TV layar
lebar 60 inch. Mereka adalah dua petinggi partai politik yang
memiliki hubungan baik layaknya
kakak beradik.
Si
Pria bertubuh gempal tapi gagah dan tampan berkata “Beginilah bu
sepak terjang dunia politik di negara kita ini. Saya dihujat dan
dimaki bahkan disuruh mengasingkan diri ke Jordania padahal saya ini
adalah seorang Purnawirawan Letnan Jendral, Ketua Umum partai politik
bahkan pernah menjadi calon Presiden” “Tapi untungnya saya tidak
menjadi Presiden karena saya yakin bakal kepikiran terus bagaimana
dengan nasib kuda kuda peliharaan saya” tambah si Pria sambil
terpingkel pingkel.
Lalu
si Ibu berkacamata dan kemayu menjawabnya “Almarhum
ayahku adalah juga seorang mantan
Presiden yang pernah dihujat oleh
rakyatnya, lalu beliau
dilengserkan dari kursi kePresidenan oleh seorang prajuruit yang saat
itu belum lagi berpangkat Kolonel”
“Jasa
sampeyan tidak termuat di media massa, namun suatu saat nanti rakyat
akan bangga kepada sampeyan karena sampeyan
telah mengorbankan diri untuk direndahkan
namun dibalik itu semua, sampeyan telah berhasil membongkar para
tikus tikus busuk di gedung Wakil Rakyat termasuk para pejabat partai
dan pejabat negara yang bersifat licik ular
berkedok agama. Saya
rasa sampeyan layak untuk menerima
penghargaaan sebagai negarawan sejati” “Oh yah....... sebelum
saya lupa, ada satu lagi yang ingin saya sampaikan bahwa hanya kita
berdua yang memegang rahasia konspirasi
ini” sambung si Ibu sambil tersenyum manis memiringkan kepalanya.
“Hey
pemuda pemudi, hey seluruh rakyat Indonesia. Marilah kita berjalan
terus dengan alat antara lain alat Persatuan Indonesia, satu bahasa,
satu tanah air, satu bangsa Indonesia......” - Bung Karno.
Tamat.
No comments:
Post a Comment