Monday, October 20, 2014

KENANGAN DUA SAHABAT LAMA (Cer Pen)



Sri, aku tidak bisa datang belajar ke rumahmu hari ini sebab ibuku sakit”. “Oh iya tin, tidak apa apa, lain kali saja. Salam untuk ibumu semoga cepat sembuh yah, tin”.

Sri dan Entin berteman sejak masih di bangku SD. Hubungan mereka akrab sekali seperti kakak beradik. Mereka berdua pun adalah pelajar teladan di sekolahnya dan selalu memperoleh predikat juara pertama atau kedua.


Walaupun Entin masih berusia 14 tahun dan duduk di kelas 2 SMP tapi perawakannya yang bongsor dan dengan wajahnya yang manis berkulit kuning langsat membuat para pria menyukainya tanpa kecuali bahkan para pria paruh baya.

neng Entin, kumaha eui, baru pulang sekolah ?” tanya sopan Pak Romi pria yang sudah lebih dari 8 kali menikah dan yang kini memiliki 3 istri resmi. “iya, damang Pak Rom” sahut Entin yang bergegas langsung masuk ke dalam rumahnya.

Bagi masyarakat desa, Pak Romi merupakan sosok pria yang cukup terpandang. Selain memiliki sawah dan usaha perternakan, sebagian besar penduduk desa juga bekerja untuknya. Beliau terkenal ramah dan suka menolong sehingga membuat penduduk desa sungkan dan tidak segan segan untuk menyerahkan anak gadisnya untuk dijadikan istri oleh beliau.


Pak Suroso, ayah Entin adalah salah seorang buruh tani yang bekerja untuk Pak Romi, sedangkan Ibu Sanem, ibunda Entin bekerja sebagai tukang cuci pakaian. Kedua adik Entin masih duduk di kelas 1 dan kelas 3 sekolah dasar.


Sudah beberapa bulan ini Pak Suroso jarang bekerja karena kondisi kesehatannya yang semakin menurun. Penghasilan Ibu Sanem tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan membeli obat. Beruntung sekali Pak Romi masih terus membayar gaji Pak Suroso walaupun jarang masuk kerja, dan sesekali waktu Pak Romi memberinya uang lebih.


tin, sepertinya ayah sudah tidak akan lama lagi dapat bertahan” kata Pak Suroso kepada Entin di suatu malam.
ayah jangan bicara seperti itu dong, Entin jadi sedih. Ayah banyak istirahat saja biar cepat sembuh” jawab Entin sambil menitikan air mata. Begitupun Ibu Sanem yang duduk di sebelah Pak Suroso turut meneteskan air matanya.
Pak Romi selama ini sudah banyak membantu keluarga kita” sambung sang ayah “sudah lama dia bilang kalau dia mau menjaga kamu dan menjadikanmu istrinya”. Mendengar hal itu, hati Entin tersentak menahan sedih karena apa yang ditakutkan selama ini akan segera terjadi, namun Entin berusaha untuk menutupi kekhawatirannya itu.
bila menurut ayah dan ibu hal itu adalah yang terbaik, Entin akan mengikuti keinginan ayah dan ibu” sahut Entin dengan bibir gemetar dan tidak dapat lagi menangan linangan air matanya.


Beberapa hari kemudian, Pak Romi bertamu ke rumah Pak Suroso untuk membicarakan masalah hubungannya dengan Entin. Pak Suroso dan istri bersedia menyerahkan Entin kepada Pak Romi untuk dijadikan istri namun Pak Romi diminta menunggu sampai Entin lulus SMA.
Dengan berat hati, Pak Romi pun menerima persyaratan keluarga Pak Suroso tersebut.


Ketika Entin di bangku kelas 2 SMA, Pak Suroso meninggal dunia karena kanker paru paru. Sejak itu Pak Romi semakin sering menyambangi rumah keluarga Entin sambil membujuk Entin untuk mempercepat pernikahan mereka. Namun, Ibu Sanem dan Entin berkeras tetap menolaknya sesuai dengan pesan Almarhum Pak Suroso sebelum meninggal dunia. Hal inilah yang membuat Pak Romi naik pitam yang akhirnya membatalkan perjanjian mereka dan tidak lagi mensupport keuangan untuk keluarga ibu Sanem. Kemudian Pak Romi menikahi gadis desa yang tidak lain adalah Sri sahabat baik Entin sejak masa kanak kanak.
 
setelah lulus SMA ini rencanamu apa, tin”.
entah, Sri. Mungkin aku mau cari kerja saja untuk membiayai keluarga dan adik adikku”.

Sri yang saat itu sudah menjadi istri Pak Romi hanya dapat menunduk karena tidak ada lagi peluang baginya untuk melanjutkan kuliah atau bekerja selain menjadi ibu rumah tangga. Keduanya saling berpelukan dan berharap persahabatan mereka terus berlanjut. Namun tidak demikian dengan Pak Romi yang merasa sakit hati dengan keluarga Entin, sehingga beliau melarang Sri untuk bergaul dengan Entin berserta keluarganya.


Di bangku SMA, Entin yang menyenangi pelajaran Fisika dan Kimia memilih jurusan IPA dan menunjukan prestasi yang luar biasa sehingga berhasil meraih juara umum di sekolahnya.


Kisah prestasi Entin di SMA sampai ke telinga salah seorang pejabat daerah yang kemudian menghubungi pihak sekolah untuk membantu Entin memperoleh bea siswa penuh di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung.
Semakin berisi semakin merunduk padi, prestasi Entin di perguruan tinggipun semakin menjadi.
Dikala Entin sedang menyusun skripsi untuk menyelesaikan Program Sarjana, Entin juga berhasil melewati tes untuk kelak memperoleh bea siswa kuliah Pasca Sarjana di negara Jerman.


Tiada seorangpun yang dapat meramal siapa jodoh kita dan kapan atau dimana kita akan bertemu. Begitu pula dengan Entin yang tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa dia akan bersuamikan seorang pria yang berbeda bangsa, budaya maupun bahasa. Kini mereka tinggal di kota Hamburg bersama dua buah hati mereka.


Atas saran para sahabatnya yang juga sesama perantauan dari Indonesia, Entin bergabung untuk memiliki akun Face Book.


Setelah lebih dari 30 tahun sejak berpisah dengan Sri, akhirnya pada tahun 2009 mereka bertemu di dunia maya. Hampir di setiap kesempatan mereka saling berkomunikasi.
Tahun 2010 Entin bersama keluarganya berlibur ke Indonesia mengunjungi ibunda Entin yang sudah mengikuti kedua adiknya tinggal di Jakarta.
Pada liburan itu, Entin menyempatkan diri mengunjungi desa kelahirannya di pinggiran kota Bandung dan berhasil menemui Sri.
Tangis bahagia dua orang sahabat terlepas bebas.


inilah hidupku sekarang, tin. Sejak Pak Romi meninggal 25 tahun lalu aku tinggal bersama anak tunggalku dan menjaga kedua cucuku ketika mereka pergi ke sawah”.


Di hadapan mereka ada dua anak kecil yang sedang bermain congklak. Perlengkapan alat main congklak tersebut terlihat sudah kusam dengan suatu goresan di bagian ujungnya yang juga sudah hampir pudar, namun masih dapat terbaca S & E.


Teringatlah oleh mereka berdua kenangan lama yang begitu indah dan takkan pernah terlupakan. Dengan melinangkan air mata Entin memeluk Sri lalu berkata “kamu masih menyimpannya”.



Salam Sejahtera dan Sehat selalu,
Raymond Liauw


No comments:

Post a Comment