Paras
cantik, berkulit kuning langsat, bertubuh langsing, dan lembut
keibuan membuat Santi memiliki banyak teman. Ditambah dengan tutur
kata Santi yang ramah dan sopan menempatkan dirinya di papan atas
sebagai wanita idola para pria. Tidak heran kalau ada pria tanpa malu
menyatakan cintanya walau disaksikan belasan pasang mata sahabat
Santi.
Sudah
menjadi impian Santi untuk memiliki suami yang usianya beberapa tahun
di atas usianya, sabar dan baik, sangat mencintai istri, bertanggung
jawab terhadap keluarga, dan mapan dalam hal keuangan.
Dari
sekian banyak pria akhirnya Santi menjatuhkan pilihannya kepada
Anton, seorang pemuda ramah sopan, rendah hati, pengusaha mapan, dan
masih berdarah keluarga ningrat. Bagi Santi, bergaul dan beradaptasi
dengan keluarga Anton terkadang agak canggung karena Santi tidak
dilahirkan dan tidak dibesarkan dalam lingkungan keluarga konglomerat
maupun ningrat.
Jalan
sambil bergandeng tangan di shopping mall merupakan salah satu
kegiatan favorite para anak muda yang sedang berpacaran tak
terkecuali Santi dan Anton.
“Anton
sedang di Plaza Senayan bersama Santi nih bu......oh
iya........iya........iya bu” demikianlah pembicaraan Anton dengan
seseorang melalui HP
nya.
“Ibu
rajin menelephone
Mas Anton yah” suara lembut Santi“Iya sebab Ibu sangat mencintai anak anaknya sehingga selalu merasa khawatir”
Anton
adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Orang tua Anton terutama
ibunya adalah termasuk orang tua yang sangat melindungi anak anaknya
bahkan seringkali terkesan memperlakukan anak anaknya yang sudah
dewasa seperti anak kecil yang masih mengenakan diapers. Sudah
menjadi suatu kebiasaan Ibunda Anton memonitor anak anaknya bila
pergi bersama teman temannya. Anak anaknyapun termasuk Anton harus
memberi tau sedang ada dimana, pergi dengan siapa, bahkan nonton film
apa dan di bioskop mana.
Dua
tahun berpacaran akhirnya mereka memutuskan untuk melangkah ke
jenjang pernikahan. Mulai dari gedung pernikahan, dekorasi hingga
kartu undangan semuanya diputuskan oleh Ibunda Anton. Pihak keluarga
Santi sepertinya sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk
menentukan selera.
Di
suatu kesempatan makan malam, Ibunda Anton memulai pembicaraan
mengenai persiapan pernikahan mereka.
“Santi,
Ibu sudah pesan dekorasi dan souvenir undangan bagus bagus sekali”
kata Ibunda Anton
“oh
iya, terima kasih bu selama ini Ibu telah repot” ujar Santi“tidak apa apa ini semua Ibu lakukan untuk Anton dan kamu”
“tapi nanti tolong bilang ke Ibu dan Bapakmu untuk pilih pilih para calon undangan” “maksud Ibu, tidak semua teman orang tuamu perlu diundang toh”
“Ibu harap kamu dan keluargamu dapat mengerti maksud Ibu sebab nanti akan banyak pejabat dan para pengusaha yang hadir di pesta. Kartu undangan yang Ibu pesan juga tidak murah” sambung Ibunda Anton.
Saat
mendengar permohonan Ibunda Anton, seketika itu juga Santi seperti
mau menangis sedangkan Anton yang duduk di sebelah Santi tetap asyik
menyantap makan malam seakan tidak menghiraukan apa yang sedang
dibicarakan Ibunya kepada Santi.
Hiruk
pikuk ratusan pertanyaan tanpa jawaban terus menghantui pikiran
Santi. Hanya dalam satu minggu berat badan Santi turun beberapa kilo.
Pada
awalnya kedua orang tua Santi pikir anaknya memang sengaja menurunkan
berat badan karena hanya tinggal beberapa bulan lagi akan menikah.
Setelah Santi menceritakan masalah yang sedang dihadapinya, kedua
orang tua Santi sedih dan hanya bisa mengelus dada, lalu menyarankan
Santi untuk tabah dengan keputusan apapun yang akan diambilnya.
Sekitar
tiga minggu sebelum hari H resepsi pernikahan, Santi memberanikan
diri bicara kepada Anton calon suaminya.
“Mas
Anton, selama ini aku sudah mencoba bertahan tapi sepertinya aku
hanya mendustai perasaanku” kata Santi dengan wajah tertunduk sedih
“ada
apa, San”“aku sebenarnya tidak suka dengan ibumu yang terus menerus turut campur urusan kita dan sering menganggap rendah keluargaku”
“lho….itukan hal yang wajar kalau ibuku banyak ikut campur karena aku adalah anaknya” sanggah Anton
“jangan jadi perasa begitulah, San, anggap saja angin lalu, lagi pula hal ini kan juga pernah kita diskusikan beberapa bulan lalu”
“Mas, aku sudah pikir berulangkali dan aku putuskan ingin pisah denganmu daripada kita berpisah setelah menikah nanti” jawab Santi dengan suara terbata menahan isak tangisnya
“kamu nih gimana sih ? terus bagaimana dengan undangan yang sudah kita sebarkan, San ?” “jangan begitu dong, San, kamu jangan bikin malu keluarga besar saya dong”
“maaf Mas Anton, biarlah kuakui semua ini adalah kesalahanku, tapi tekadku sudah bulat untuk berpisah”
Dengan
rasa penuh kecewa Anton mengantar Santi pulang ke rumah dan mereka
tidak bicara sepatah katapun selama perjalanan. Anton benar benar
bingung bagaimana dia harus menyampaikan berita ini kepada orang tua
dan saudara saudaranya terutama kepada Ibunda. Perdebatan itu terus
berlangsung beberapa hari lamanya hanya melalui telephone tanpa
bertemu muka.
Tepat
sekali perkiraan Anton, begitu Ibunda mendengar cerita Anton bahwa
Santi memutuskan hubungan dengannya dan membatalkan pernikahan
mereka, Ibunda Anton langsung mencak mencak lalu menelephone dan
melabrak orang tua Santi yang disebutnya sebagai orang tua yang tidak
dapat mendidik anak wanitanya dengan benar.
Tujuh
bulan kemudian, Anton menikah dengan seorang wanita pilihan Ibunda,
namun usia perkawinan mereka hanya bertahan tidak lebih dari 2 tahun.
Sejak
berpisah dengan Anton tiga tahun lalu, Santi semakin sering berdoa
untuk mendekatkan diri kepada Ilahi. Dia merasakan betapa hidupnya
sunyi dan terkadang merasa menyesal berpisah dengan Anton tetapi di
sisi lain Santi merasa bahagia karena mampu mengambil suatu keputusan
kritis demi masa depan perkawinannya dengan seorang “Anak Mami”.
Atas
persetujuan kedua orang tuanya Santi yang saat itu sudah berusia 26
tahun dan belum memperoleh kekasih lagi, memutuskan untuk melanjutkan
sekolah S2 di Monash University, Melbourne - Australia.
Di
dalam pesawat Qantas, Santi berkenalan dengan seorang anak muda yang
duduk di sebelahnya. Anak muda tersebut berkulit kuning langsat dan
bergaya bicara sangat sopan.
“hai........mbak
mau ke kota mana ? oh maaf, namaku
Daniel”
“Oh
iya aku Santi,
mau ke Melbourne”“lhooo….kita satu jurusan dong, nanti transit di Sydney kan ?” kata Daniel sambil tersenyum
“kamu ke sana untuk bisnis ?” tanya Santi
“bukan, aku kuliah S2 Business di Swinburn University dan masih semester ke 2”
“kalau aku malah baru mau ambil S2 Accounting di Monash tapi musti kursus bahasa Inggris dulu supaya bisa lulus IELTS” jawab Santi.
Mereka
berdua cepat sekali akrab dan ngobrol seolah mereka sudah saling
kenal bertahun tahun. Perjalanan pesawat 6 jam dari Jakarta ke Sydney
untuk transit selama 1 jam kemudian dilanjutkan 1 jam lagi dari
Sydney ke Melbourne tidak membuat mereka merasa bosan. Malahan mereka
merasa masih kurang lama untuk ngobrol saling mengenal lebih jauh.
Setibanya
di Melbourne, angin dingin di bulan Agustus menusuk tulang ketika
Santi menginjakan kaki pertama kalinya. Dengan senang hati Daniel
mengantarkan Santi ke Apartment dimana Santi akan tinggal di
lingkungan sekitar Monash University.
Sejak saat itu mereka kian sering berkomunikasi dan bertemu di akhir pekan, bahkan merekapun bercerita tentang masa lalu mereka masing masing. Perasaan saling menyukai diantara merekapun berbunga namun keduanya malu untuk menyatakan perasaan sesungguhnya.
Daniel
adalah anak keturunan Tionghoa yang beragama Kristen Protestant.
Sewaktu masih di bangku SMA, Daniel pernah memiliki kekasih seorang
gadis Muslim tetapi perjalanan cinta mereka tidak berlangsung lama
karena orang tua si gadis tidak merestuinya. Trauma yang dialami
Daniel terus terbawa sehingga sejak saat itu dia belum pernah lagi
memiliki pacar dan teman temannya sering mengejeknya sebagai banci.
Demikian
dengan Santi yang juga tidak yakin hubungannya dengan Daniel akan
mendapat restu dari kedua orang tuanya karena Santi adalah dari
keluarga Muslim.
“Dan,
kalau malam minggu begini kamu sering ajak aku keluar, apa pacarmu
tidak marah ?” goda Santi kepada Daniel
“oh.....tidak
San, aku tidak
punya pacar tapi setidaknya ada kamu, teman untuk ngobrol, jadi
aku tidak merasa
kesepian”
Di
waktu senggang mereka berdua sering belajar bersama di perpustakaan,
kemudian mereka juga menikmati keindahan kota Melbourne dari tepi
Yarra River dan St. Kilda Beach.
Beruntung
sekali bersamaan dengan selesainya kuliah S2, Daniel memperoleh
Australian Permanent Resident untuk dapat tinggal dan bekerja secara
legal di Australia. Sedangkan Santi masih membutuhkan 1 tahun lagi
untuk menyelesaikan kuliah S2-nya.
Hubungan
mereka berdua setelah Daniel memperoleh pekerjaan di Melbourne
bukanlah merenggang tetapi malah sebaliknya, mereka semakin akrab dan
saling mencintai.
“San,
apakah kamu mau jadi pacarku
?” tanya Daniel dengan malu malu
“aku
tidak akan mengusik keimananmu dan biarlah kita tetap memilikinya
demi hubungan cinta kasih kita”
tambah Daniel
Degup
jantung Santi berlari ketika dia mencoba untuk memohon restu kedua
orangtuanya. Ternyata, apa yang pepatah bilang “bila sudah jodoh
takkan lari kemana” bukanlah sebuah dongeng cerita.
Kedua
orang tua Santi tidak menentang tetapi malah merestuinya bila itu
adalah sudah pilihan Santi dan untuk kebahagiaan masa depan Santi.Bulan Juni tahun 1995, Santi dan Daniel resmi menjadi suami istri di catatan sipil kota Melbourne.
Tidak
terasa, sembilan belas tahun terlampaui sudah Santi dan Daniel
mengarungi bahtera rumah tangganya. Mereka yang dikaruniai dua orang
putra yang kini telah berusia 14 tahun dan 16 tahun, memilih untuk
tinggal di pinggiran kota Melbourne di sebuah rumah mewah dengan
kolam renangnya.
Hubungan
kedua orang tua Santi dan Daniel pun sangatlah akrab, bahkan beberapa
kali mereka datang bersama ke Melbourne mengunjungi anak cucu mereka
sambil pesta BBQ.
Hingga
saat ini Santi masih setia sebagai seorang Muslimah sedangkan Daniel
tetap memilih menjadi seorang Kristen Protestant. Mereka mendidik
anak anak mereka tentang kebaikan, kerendahan hati dan cinta kasih
dimana agama tidak lebih hanyalah sebuah alat pengantarnya.
Santi
benar benar merasa doanya telah didengar dan dikabulkan oleh Allah
untuk memperoleh suami yang sungguh baik dan sangat mencintainya,
juga memiliki keluarga yang bahagia dan sejahtera.
Enam
tahun ke depan mereka akan merayakan Pesta Perak Pernikahan yang
rencananya saat itu mereka akan berada di pesawat Qantas dari Jakarta
menuju Melbourne sebagai kenangan hari pertama mereka berjumpa.
Tamat.
No comments:
Post a Comment