Wednesday, November 26, 2014

BIARKAN TANGISKU MENGHANTAR IBU MENGHADAP-MU (Cerita Pendek)



ampun bu......ampun bu......” jerit tangis Ari menahan perihnya cambuk rotan sang Ibu.


Halimah adalah seorang ibu muda berpendidikan rendah yang ditinggal pergi oleh suaminya yang menikah lagi dengan wanita lain. Dari buah perkawinannya, Halimah memiliki dua orang anak, Ari dan Siti.

Ari adalah anak sulung Halimah berusia 8 tahun dan duduk di bangku kelas II SD, sedangkan Siti adalah si bungsu yang masih berusia 4 tahun. Mereka bertiga tinggal di rumah gubuk kayu di sebuah kota kecil berpenduduk miskin. Ketika suaminya masih bersamanya, Halimah bekerja sebagai pemulung mengumpulkan botol botol bekas dan kertas untuk dijual di pasar.

Banyak sekali kesamaan fisik Ari dengan mantan suami Halimah, terutama raut wajahnya. Hal inilah yang membuat kasih sayang Halimah terhadap Ari tidak sebesar kasih sayangnya terhadap Siti.


Beban derita yang ditanggung oleh Halimah semakin hari semakin berat sehingga diapun terpaksa bekerja di warung remang melayani para pria hidung belang. Tatapan sinis dan cemooh para tetangga tidak pernah lagi digubrisnya. Dia bekerja mulai selepas magrib hingga dini hari. Rata rata pelanggannya adalah para supir truk dari luar kota yang mencari kepuasan sesaat.

Layaknya seorang pedagang eceran keliling yang tidak memiliki penghasilan tetap, begitupun dengan Halimah yang terkadang memperoleh banyak tamu tetapi juga tidak jarang dia tidak mendapatkan satupun tamu. Gemerlap kehidupan malam telah membuatnya kecanduan narkoba.

Pikiran dan prilakunya semakin hari semakin tidak terkontrol terlebih setelah si bungsu Siti meninggal dunia karena penyakit typhus. Terlihat jelas saat Ari yang nakal membuat suatu kesalahan entah itu kecil apalagi besar, maka Halimah langsung mengambil cambuk rotan untuk dihujamkan ke hampir seluruh bagian tubuh Ari.


Di suatu pagi, Ari yang sudah siap berangkat ke sekolah tidak sengaja menyenggol gelas di meja dan menumpahkan air yang ada di dalamnya. Halimah yang semalaman tidak mendapatkan “tamu” dan baru pulang jam 4 pagi itu belum sempat tidur kemudian melampiaskan kekesalan dan kemarahannya kepada Ari.

Berulang kali rotan dicambukan ke tubuh Ari tanpa ampun hingga tiada lagi terdengar suara jerit tangis Ari.

Para tetangga berdatangan untuk segera mengamankan Halimah yang sudah seperti kerasukan setan, lalu beberapa orang membawa Ari yang tidak sadarkan diri ke Rumah Sakit. Pada hari itu Ari mendapat perawatan serius di ruang gawat darurat yang masih belum siuman hingga menjelang malam.


Keesokan paginya, Halimah berserta beberapa tetangga kembali ke rumah sakit untuk menjenguk Ari.


Apa saya bisa bicara dengan orang tua Ari” tanya Dr. Daud.

Saya ibunya Ari, Pak Dokter” sahut Halimah.

Dr. Daud menghela napas panjang sebelum berkata “Kami sudah berusaha sebisa kami, namun kondisi tulang kaki kanan anak ibu sepertinya tidak dapat lagi diselamatkan dan harus diamputasi”. Seperti petir di siang hari, Halimah menangis menyesali perbuatannya namun semua sudah terlambat.


Dr. Daud sebenarnya sudah mendengar dari para tetangga Halimah tentang kejadian apa yang menimpa Ari namun beliau tidak mau membahasnya karena hanya akan membuat hati Halimah semakin hancur. Dr. Daud adalah seorang pria paruh baya yang bijaksana dan sudah menikah lebih dari 20 tahun namun belum dikaruniai seorang anakpun. Istrinya bernama Shinta adalah mantan asistennya di rumah sakit. Pasangan harmonis ini sering dijadikan teladan oleh para sahabatnya.


Saya tidak punya uang untuk biaya operasi, Dok” kata Halimah.

mengenai biaya operasi ibu tidak perlu khawatir dan kalau ibu tidak keberatan, setelah operasi nanti Ari dapat tinggal di tempat saya dulu sampai Ari benar benar merasa nyaman memakai kaki palsunya”.

Atas saran para tetangga yang mengantarnya ke rumah sakit, dan merasa tidak mampu merawat Ari maka Halimah pun menganggukan kepala, “terima kasih Dok, semua ini kesalahan saya”.


Dalam satu bulan pertama Ari tinggal di rumah Dr. Daud, Halimah mengunjunginya setiap minggu, setelah itu Halimah seperti tidak pernah lagi peduli dengan Ari. Di akhir pekan atau hari libur Dr. Daud mengajak Ari mengunjungi Halimah namun Halimah selalu memiliki alasan untuk tidak mau menemui dan ngobrol dengan mereka terlalu lama.


Setahun sudah Ari tinggal bersama keluarga Dr. Daud yang sudah menganggap Ari seperti anak kandungnya sendiri dan Ari-pun sangat senang tinggal bersama mereka. Sampai suatu saat Dr. Daud bersama Shinta mengajukan permohonan kepada Halimah untuk mengadopsi Ari menjadi anak angkatnya.


Kalau dokter mau meng-adopsi Ari boleh saja tapi dokter juga harus memberikan uang penggantian kepada saya karena saya yang melahirkan Ari” pinta Halimah sambil mengepulkan asap rokok dari celah bibirnya yang bergincu merah muda.

Seperti yang sudah diduga sebelumnya oleh pasangan Dr. Daud dan Shinta, maka permintaan Halimahpun tersebut tidak mereka tolak bahkan memberikan lebih dari jumlah yang diminta oleh Halimah.

Dengan menggunakan jasa pengacara maka Ari-pun resmi menjadi anak angkat mereka. Tidak berapa lama kemudian Dr. Daud mendapat tugas baru dan keluarga merekapun pindah ke ibu kota.


Ari sepertinya sudah terbiasa dan tidak lagi terbebani dengan kaki kanannya yang palsu. Hari harinya selalu diisi dengan canda tawa bersama kedua orang tua angkatnya yang begitu mencintainya.


Sejak ikut dengan keluarga Dr. Daud, sudah ratusan kali Ari mengirim surat kepada Halimah, namun tidak pernah sekalipun surat Ari mendapat balasan. Bahkan Halimah juga tidak hadir saat Ari mengundangnya pada wisuda Sarjana Kedokterannya.


Rasa rindu Ari kepada Halimah tidak tertahankan, sehingga Ari pergi ke kampung halamannya untuk menjenguk ibu kandung yang melahirkannya. 

Kondisi Halimah saat itu sudah kian parah. Dia tidak dapat lagi membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Minuman keras dan narkoba sudah mendarah daging di tubuhnya.


Ibu sebaiknya berhenti dengan barang barang maksiat itu, bu, biar nanti Ari bawa ibu ke panti rehabilitasi supaya ibu dapat sehat kembali”.

Kamu baru jadi Dokter saja sudah mau mengajari ibumu ?” “Sekarang juga kamu keluar dari rumah ini, kamu sudah bukan anakku lagi” bentak Halimah kepada Ari dengan telunjuk mengarah ke pintu keluar.


Bertahun tahun Ari tidak mengunjungi Halimah dan setiap bulan Ari hanya mentransfer uang sebagian dari penghasilnya kepada Halimah.

Kebiasaan Ari mengirimkan surat dan foto foto terbarunya juga masih belum berubah.

Pada bagian atas surat Ari selalu menuliskan kalimat “Salam sejahtera dan sehat selalu untuk Ibu ku tercinta”. Sedangkan di bagian bawah surat, tertulis “Ari akan selalu sayang dan tersenyum untukmu Ibu”.


Senja itu selepas makan malam sekitar jam 6 sore, seseorang mengetuk pintu pagar.

Siapa yang mengetuk pintu yah, ri” tanya Dr. Daud dan Ari-pun bergegas keluar untuk melihat tamu yang datang.

Oh...Pak Bejo dan Ibu Rusmini, mari silahkan masuk. Apa kabar ?” tanya Ari kepada kedua tamunya.

Pa Ma, ini lho ada pak Bejo dan bu Rusmini dari kampung” kata Ari kepada Dr. Daud dan Shinta.

Pasangan suami istri Pak Bejo dan Ibu Rusmini sepertinya sangat terburu buru dan tak sabar lagi untuk menyampaikan suatu berita penting kepada keluarga Dr. Daud terutama kepada Ari.


Begini, ri, kami mau mengabarkan Ibu Halimah masuk rumah sakit tadi pagi” pak Bejo memulai pembicaraan.

Ibu sakit apa Pak” tanya Ari dengan reflek.

Entahlah, ri, nanti saja biar Ari yang tanya dokter di rumah sakit” jawab pak Bejo agak gugup.

Malam itu juga mereka berlima berangkat menuju stasiun kereta agar besok pagi pagi sekali sudah dapat menjenguk Halimah di rumah sakit.


Setibanya di rumah sakit, mereka bertemu dengan dokter yang menangani Halimah, dan ternyata pembuluh darah otak Halimah pecah akibat penggunaan narkoba yang over dosis.


Maafkanlah Ibu bila selama ini Ibu telah membuatmu menderita, ri” suara gemetar Halimah yang tak mampu lagi membendung air mata.

Wajahnya pucat pasi dan tubuhnya sudah sangat lemah namun tetap memaksakan telapak tangan kanannya menjamah wajah Ari.


Ibu jangan tinggalkan Ari, bu. Ari sangat sayang kepada Ibu” “Ibu juga tidak pernah bersalah kepada Ari. Tanpa Ibu, Ari tidak akan pernah jadi begini” nanti kalau sudah sembuh Ibu tinggal bersama Ari yah, bu”.

Tetesan tetesan bening itu kian deras mengalir di kedua sudut mata Ari yang juga meletakan kedua tangannya di wajah ibunda.


Sejenak Halimah terdiam sambil memandangi raut wajah putra kandungnya yang pernah dia sia siakan. Ujung ibu jarinya lembut menghapus tetesan bening di pipi Ari, kemudian tersenyum dan berkata “Ari, kamu sudah besar dan kamu anak baik, nak, Ibu bangga sekali kepadamu”.


Perlahan kedua kelopak mata Halimah tertutup. Telapak tangan kanannya yang sejak tadi menempel di pipi Ari terlepas lunglai dan tubuhnya mulai mendingin, namun senyuman masih menempel di antara kerut wajahnya.
Dr. Daud dan Ibu Shinta yang duduk di sebelah Ari tidak dapat menahan tangis pedihnya sambil merangkul tubuh Ari yang mendekap jasad kaku Halimah.


Tamat.

No comments:

Post a Comment