Tuesday, November 18, 2014

LAMBAIAN TERAKHIR SEORANG SAHABAT (Cer Pen)


Dua orang pria berjalan beriringan sambil ngobrol dengan pakaian yang sudah basah kuyup, seakan hujan bukanlah penghalang bagi mereka untuk saling bercerita dan tertawa.


hari ini gue dapet penumpang baik banget lho, Bon. Bayar ongkosnya dilebihin 20 ribu perak”.

Wah untung banget luh, to, kagak kayak gue malah dapet penumpang gila nuduh Taxi gue pake argo kuda segala, padahal emang dia yang duitnya kurang”.


Demikianlah obrolan dua sahabat kental Suwito dan Bonar yang sehari harinya bekerja sebagai supir Taxi.


Bon, sampai ketemu besok deh. Gue mau pulang langsung mandi nih biar gak' sakit” ujar Suwito persis di depan rumah Bonar.


Bang Bonar koq' basah basah begitu ?” tanya Anggie istrinya yang selalu setia menanti suami pulang kerja.

iya tuh si Suwito ngajak aku pulang tadi sebab kalau tunggu hujan akan lama berhentinya”.


Rumah Suwito hanya beberapa puluh meter jaraknya dari rumah Bonar. Sedangkan kantor mereka terletak di jalan raya yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 10 menit melalui gang tikus.

Walaupun baru saling mengenal kurang dari tiga tahun tetapi keluarga mereka sepertinya sudah saling mengenal puluhan tahun. Di kala hari libur kedua keluarga terkadang melakukan piknik bersama.


Suwito dan Bonar memiliki hobby bermain catur, apalagi kalau esoknya libur mereka bisa bermain sampai dini hari.


Suatu sore setelah makan malam, Bonar melakukan persiapan yang dapat dinikmati saat bermain catur bersama Suwito yang biasanya datang setelah sembahyang Isya.

Sambil mengharapkan kedatangan sahabatnya, Bonar menonton acara TV yang membosankan, padahal jam sudah menunjukan angka 11 malam namun Suwito masih juga belum datang, hand phone Suwito juga tidak aktive.


Nyala lampu patromak di beranda rumah bergoyang-goyang ditiup angin, redup cahayanya. Kabut lebat mengambang di jalan lengang seperti kota mati yang ditinggalkan penduduk karena adanya bencana. Para tetangga tertidur lelap menikmati udara malam yang kian dingin.

Bonar pergi ke kamar untuk segera tidur.

Suwito tidak datang, bang ?” tanya Anggie. “Tidak. Mungkin dia ambil lemburan malam ini atau sedang mempersiapkan strategy biar menang catur melawanku besok pagi” canda Bonar.


Tidak berapa lama kemudian terdengar suara orang mengetuk pintu. “hadeuuuhhh......kemana saja luh, to ? sudah jam 11 lewat 10, gue pikir kagak jadi datang, luh”. “ayo masuk......ayo masuk, minggu lalu gue kalah tapi malam ini gue lumat luh......hahahaaa......” begitu reaksi canda bahagia Bonar menyambut Suwito.


Mereka berdua segera mempersiapkan diri masing masing dengan menyeduh kopi tubruk dan singkong rebus sebagai camilan yang sudah dipersiapkan Bonar sejak sore tadi.


Hari ini gue bawa ibu hamil, kasihan juga ngeliatnya itu air ketuban sudah pecah, udah gitu suaminya lagi tugas ke luar kota, mudah mudahan bayi dan ibunya selamat” “gue juga kagak tega minta ongkos Taxi-nya, biar aja itung itung amal dech”. Bonar memulai pembicaraannya dengan Suwito yang malam itu masih lengkap mengenakan seragam kerjanya.


Harum kayu bakar di malam hari selalu dinanti Suwito dan Bonar saat keduanya saling mengadu strategy memindahkan buah buah catur.

Layaknya Anatoly Karpov melawan Gary Kasparov, kedua sahabat ini serius sekali mengatur strategy permainan caturnya. Nah......bener kan, to yang gue bilang, belum juga jam 3 pagi gue sudah hajar luh 3:0 hahaa.....” tawa Bonar bangga dengan kemenangannya.

ngomong ngomong siapa yang bakar kemenyan malam malam yah, to ?” tanya Bonar sambil mengendus ngenduskan hidung.


Suwito yang sejak datang belum mengucapkan sepatah katapun masih mengerutkan kening dengan tatapan tajam ke meja catur seperti seorang Maestro.


Begitu azan Subuh terlantun. Suwito meregangkan tubuhnya dan berkata “Bon, gue kagak punya teman yang baiknya seperti elu dan secocok dengan elu. Gue sih kepengen banget kalau kita berteman terus sampai kakek kakek. Gue mau pulang dulu yah. Tolong sampaikan sama Anggie gue pamit pulang, jalan gue jauh sekali nih”.


Ok ok, gue juga ngantuk nih. Tumben luh pamitan sama istri gue, elu kan tau kalau istri gue sudah tidur dari tadi, lagian memangnya elu mau pulang kemana sih ? cuma jalan kaki sepuluh langkah nyampe juga pake bilang jauh segala luh. Mengigau kali luh yah kalah 4:0 malam ini......heheee......” canda Bonar.


Suwito hanya tersenyum lalu melambaikan tangannya kemudian berlalu. Terlihat jelas dari tatapan mata Suwito seakan dia masih ingin sekali ngobrol dan bermain catur bersama sahabat karibnya itu.


Bonar terbilang suami yang pengertian terhadap istri. Dia sudah terbiasa merapihkan meja dan mencuci gelas bekasnya.

Baru saja Bonar merebahkan tubuhnya di pembaringan terdengar suara ketuk pintu agak keras sehingga membangunkan Anggie yang sedang pulas. “pagi pagi buta begini siapa yang ketuk pintu yah, bang ?” dor....dor.....dor.....ketukan pintu semakin keras dan bertubi tubi.

Ang, coba kau tengok dari jendela tapi jangan dibuka pintunya” sahut Bonar yang langsung menyambar parang di balik pintu.


Anggie bergegas ke ruang tamu dan mengintip dari jendela tapi sesaat kemudian Anggie membuka pintu.


Ada apa, Sri ? koq’ kayaknya ada yang tidak beres” tanya Anggie sambil memandangi wajah Sri yang pucat pasi. Sri adalah istri Suwito.

iya Ang, saya mau kasih kabar suamiku mengalami kecelakaan kemarin sekitar jam 11 malam dan..... dan..... sekarang jenazahnya ada di RSCM” jawab Sri terputus putus dengan isak tangis.


Bonar yang masih mengenakan kain sarung dan menggenggam parang lari tergopoh gopoh dari dalam rumah “siapa yang meninggal ? haaa…siapa yang meninggal ?” lalu meletakan parangnya di atas meja tamu ketika mengetahui yang datang adalah istri sahabat karibnya.

ini bang......Sri kasih kabar katanya Suwito dapat kecelakaan sekitar jam 11 kamarin malam dan sekarang jenazahnya ada di RSCM” sahut Anggie gemetaran.

haaaa......mana mungkin, setengah jam yang lalu baru pulang dari sini” teriak Bonar tidak percaya dan panik.

saya juga baru dapat kabar dari petugas piket malam kantor, bang Bonar. Pantasan dia tidak pulang ke rumah tadi malam” sahut Sri yang masih terisak tangis.

Lhooo...... Sri, suami kau si Suwito itu tadi malam datang ke sini main catur denganku dan barusan pulang”.

Tidak tau lah, bang Bonar. Barusan Pak Joko – Supervisornya menelphone saya, dia bilang jenazah Suwito sudah ada di kamar mayat RSCM, bang, beberapa temannya yang bertugas malam juga sudah kumpul di sana”.


Lima tahun sudah Suwito dimakamkan, namun Bonar masih belum dapat menerima kenyataan bahwa sahabat karibnya itu telah tiada.

Lambaian terakhir Suwito telah membuatnya sangat mengerti arti sebuah persahabatan. Tak habis dimakan rayap, pun takkan lenyap menguap. Kenangan indah akan selalu melekat dalam pribadi sahabat sejati.


Tamat.

No comments:

Post a Comment