Sunday, September 4, 2016

STRATEGY WAIT & SEE MEGAWATI



Sampai hari ini PDIP masih belum memutuskan secara resmi untuk mendukung Ahok di Pilkada walaupun signal kuat sudah mengarah ke sana.

Sebagai peraih suara terbanyak, tubuh PDIP semakin gemuk dan membuat Megawati lebih rajin mengawasi kelakuan para anak buahnya di lapangan.

Mulai dari penzoliman oleh rezim OrBa dan penghianatan di dalam tubuh partai yang dilakukan oleh Suryadi (saat itu masih PDI) rancangan Golkar membuat Megawati menjadi sosok Ketua Partai paling senior dan paling berpengalaman dibanding ketum parpol parpol lainnya saat ini.

Asam garampun semakin kental ketika Megawati "dibohongi" oleh SBY yang juga mantan anak buahnya ketika Megawati menjabat sebagai RI 1.
Dalam sebuah wawancara, Megawati bercerita bahwa beliau menanyakan langsung kepada SBY "apakah benar SBY mau maju sebagai CaPres ?" Pertanyaan tersebut dijawab "tidak" oleh SBY. Sampai tiga kali Megawati menanyakan hal yang sama tetapi SBY tetap jawab "tidak".
Nyatanya, SBY maju dan keluar sebagai pemenang.

Makanya ketika Rizal Bakri membatalkan dukungannya terhadap Jokowi saat Pilpres lalu berbalik mendukung Prabowo, Megawati pun tersenyum tenang dan dengan begitu eloknya beliau meminang JK mantan Ketum Golkar yang juga merupakan kader senior di partai berlambang beringin tersebut sebagai CaWaPres, maka suara Golkar pun terpecah.

Walaupun Golkar yang Ketua Umumnya sekarang mantan artis "papa minta saham" Setya Novanto sudah menyatakan dukungannya kepada Jokowi untuk Pemilu 2019, sepertinya Megawati bukanlah seorang yang GR-an karena beliau tau omongan seorang politikus akan beda pagi dengan sore.

Saya yakin tidak ada satupun kader PDIP termasuk SekJen PDIP yang tau dengan pasti siapakah yang akan Megawati dukung pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

Namun yang pasti, Megawati sedang melihat partai mana yang bisa dipercaya dan partai mana yang tidak bisa dipercaya.

Saat ini Ahok sudah tidak mungkin lagi maju melalui independent (waktu pendaftaran sudah lewat) dan sudah didukung oleh 3 parpol.
Bila salah satu parpol membatalkan dukungannya terhadap Ahok dan tidak ada lagi parpol yang mendukung Ahok termasuk PDIP maka dengan sendirinya Ahok akan gugur di Pilkada 2017.

Belum lama ini Dhani meminta SBY untuk membujuk Wiranto agar Hanura menarik dukungannya untuk Ahok agar Ahok tidak bisa ikut Pilkada 2017.
Ternyata permintaan Dhani tersebut bukan sekedar permintaan karena nyatanya dan nyatanya saat ini di dalam tubuh ketiga parpol pendukung Ahok (Golkar, Hanura & Nasdem) ada sekelompok orang yang sedang menjalankan usaha "kotor" untuk menggagalkan Ahok.
Hal inipun sampai ke telinga Ibu Megawati karena usaha "kotor" tersebut bukan saja datang dari parpol lain melainkan juga dari kader PDIP sendiri.
Kepiawaian seorang Megawati memainkan langkah buah caturnya dengan menaruh beberapa kader PDIP yang beliau yakini sangat loyal kepada beliau untuk masuk ke dalam gerombolan penyamun pun membuahkan hasil.

Dengan didepaknya Bambang, itu adalah suatu peringatan Megawati kepada para kader PDIP termasuk kepada ketiga Parpol pendukung Ahok untuk menyatakan bahwa walaupun diam tapi Megawati tetap bisa melihat "isi otak" mereka.

Sebagai tambahan, dari ketiga partai pendukung, Nasdem dan Golkar sudah Solid, tapi sekelompok kader Hanura yang paling kencang anginnya. Makanya banyak pihak yang meminta Wiranto mundur dari Ketum Hanura dengan alasan Wiranto adalah Menkopolhukam dan pribadi Wiranto yang kokoh tetap mendukung Ahok.
Bila Ketum Hanura bukan Wiranto, kemungkinan itulah saatnya Ahok ditinggalkan.

Taktik wait and see Megawati ini perlu saya acungkan dua jempol.

Terima kasih buat teman lama saya yang tadi pagi sudah ngobrol gratis lewat FB messenger. Kalau saat pemilu nanti dan kebenaran gue ada di Jakarta, gue mau ikut elu lagi kampanye untuk PDIP kayak waktu kuliah dulu, bro.

Salam Sejahtera.
Raymond Liauw

No comments:

Post a Comment