Ketika
pulang kuliah dulu di terminal bus Grogol - Jakarta yang letaknya
tepat bersebrangan dengan kampus saya Universitas Trisakti, dari
kejauhan saya melihat seorang anak muda lari ke arah saya dengan
menggenggam tas wanita. Di belakangnya mengejar seorang ibu paruh
baya bersama beberapa orang sambil berteriak “jambret....
jambret.... jambret....”.
Tanpa
pikir panjang, saya yang saat itu memang sempat menyandang sabuk
hitam Tae Kwon Do, mengayunkan kaki saya dan tepat menghantam telak
perut si anak muda hingga dia tersungkur. Hanya dalam hitungan detik
puluhan orang telah mengerubungi si pemuda dan anda pun dapat
membayangkan apa yang terjadi selanjutnya terhadap si penjambret
tersebut.
Belum lama ini saya melihat sebuah video dimana seorang begal motor tertangkap oleh warga setempat. Dari wajahnya tampak cucuran darah karena diadili oleh masyarakat.
Ketika
si pelaku memperoleh “pengadilan jalanan”, dia berteriak teriak
minta ampun namun tetap saja warga melayangkan bogem mentahnya.
Tanpa munafik, seandainya saya pun berada di dekat kejadian tersebut maka saya pribadi belum tentu dapat menahan napsu untuk mendaratkan tinju saya ke wajah si pelaku begal.
Sekarang saya mau menantang anda untuk bicara jujur dan tidak munafik.
Berapa banyak di antara kalian yang pernah menjadi korban kejahatan / kriminal kemudian kalian hanya mampu bilang “biarlah ku serahkan semuanya kepada Tuhan” atau “biarlah kupasrah berdoa” atau “semoga Tuhan menurunkan azab-Nya” atau “semoga si pelaku bertobat”....... atau....... atau...... dan atau.......
Saya tidak menyalahkan kalian dan sebaliknya saya pikir justru itulah jalan yang terbaik yang semestinya kita lakukan sebagai umat beragama dan percaya akan Maha Kuasa Allah.
Namun,
tidak dapat kita pungkiri bahwa hati kecil kita marah, geregetan dan
berontak karena harus menerima pasrah ketidakadilan tersebut. Ingin
hati melawan tetapi takut atau demi keselamatan, atau mungkin karena
kita tidak memiliki kekuasaan.
Masih kental diingatan kita ketika seorang nenek divonis 1 tahun penjara karena mencuri kayu yang harganya tidak lebih dari 500 ribu rupiah.
Belum
lagi seorang nenek di Tegal yang berusia 85 tahun divonis 5 bulan
penjara hanya karena menjual petasan dengan upah Rp.2000. Kenapa
bukan si cukong penjual sumbu dan bubuk petasan yang dilempar ke
dalam bui ??
Rasanya ingin sekali saya hadir di persidangan mereka lalu menghampiri dengan telunjuk mengarah ke wajah para hakim dan jaksa penuntut sambil berteriak “Bangsat luh !! Binatang !!”.
Astaghfirullahalazim........ gue nyebut dah tuh karena lupa bahwa NKRI adalah negara hukum, berarti siapapun bersalah patut dihukum.
Memang benar terdapat puluhan pejabat negara ditangkap dan telah dipenjarakan. Tetapi hal yang janggal adalah jumlah uang negara / uang rakyat yang dikorupsi oleh mereka besarnya ratusan milyard bahkan trilyunan rupiah tetapi hukumannya hanya beberapa tahun.
Santai
tidur makan bangun di dalam penjara selama beberapa tahun, apalagi
kalau bisa bebas jalan jalan keluar penjara walau statusnya masih
tahanan dalam. Istilah kata, pasang badan tinggal di bui tapi setelah
bebas akan menjadi milyarder atau trilyuner.
Bandingkan dengan si nenek pencuri kayu dan penjual petasan. Sudah hidup miskin, dijeblosin ke penjara, lalu begitu keluar penjara masih juga dicemooh oleh para tetangga di lingkungan mereka tinggal. Sudah hidup menderita dibikin lebih menderita.
Seperti biasa setiap pagi saya mencari berita dari tanah air.
Saat
saya membaca drama seorang “koruptor” yang juga pejabat negara
Setya Novanto kini mempolisikan Prastyo - Jaksa Agung, Sudirman -
Menteri ESDM, Maroef Syamsuddin - Pres Dir Freeport dan Stasiun TV
Metro, atas tuduhan pencemaran nama baik, terus terang saya ngakak
campur geram dengan rasa nano nano.
Hati awak ini tak tahan, bang.
Lagi lagi darah putih lompat ke otak dan tanpa sengaja bibir berucap :”SN.... SN.... SN.... kenapa tidak sekalian mempolisikan Jokowi, JK, Menkopolkam, KaPolri, KaPolda, beserta semua rakyat yang menuntut anda mundur dari jabatan Ketua DPR ?? Memangnya anda pikir ini negara milik bapak moyang luh, Jancuk !! “
Salam sejahtera selalu.
Raymond Liauw.
Raymond Liauw.
No comments:
Post a Comment