Kesuksesan
Riza Chalid dalam menjalankan bisnis minyaknya bukan terjadi secara
mendadak seperti orang yang baru saja memenangi Mega Million lottery.
Salah satu faktor yang mendukung adalah kepiawaiannya menjalin dan
menjaga hubungan baik dengan penguasa dan para penegak hukum di
Indonesia.
Dalam rekaman “Papa Minta Saham”, nama Luhut Panjaitan disebut puluhan kali. Bahkan, pembicaraan tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga yang mendengarnya dibawa ke opini bahwa LP adalah kunci penghubung antara pihak istana dengan pihak Freeport.
Terus terang, satu hal yang saya sangat suka dengan pribadi Luhut adalah gaya bicara beliau yang ceplas ceplos seakan menyatakan beliau tidak suka menyembunyikan “sesuatu”. Bahkan beliau menantang MKD untuk segera memanggilnya dengan melakukan sidang terbuka, namun oleh karena sikap MKD selalu 'belet' mengulur waktu, LP tidak sabar kemudian membuka konference dengan mengundang para wartawan dan anggota MKD.
Ketegasan dan sifat jantan LP terlihat sejak masa kampanye mendukung Jokowi, bahkan rela meninggalkan partai Golkar padahal saat itu posisi beliau adalah Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, posisi yang sangat strategis dan dihormati semua kader Golkar.
Rasa
patriotisme dan nasionalisme LP yang juga seorang politikus dan kini
menjabat sebagai MonkoPolkam tidak perlu diragukan lagi.
Tidak ada peraturan undang undang negara Indonesia yang melarang seorang pejabat negara untuk memiliki usaha pribadi. Demikian juga halnya dengan LP yang sejak tahun 2004 mendirikan PT Toba Sejahtera yang bergerak di bidang batu bara dan pertambangan, minyak dan gas, pembangkit listrik swasta, serta perkebunan dan kehutanan. Perusahaan beliaupun dikabarkan sering bekerjasama menggarap proyek dengan perusahaan milik Aburizal Bakri.
Setelah saya mendengarkan konferensi pers yang dilakukan oleh LP, ada hal yang menarik perhatian saya. LP mengatakan “.......bila kita berteman janganlah cuma saat senangnya saja........”. Pernyatan dari seorang Purnawirawan Jenderal AD yang pernah berjuang mempertaruhkan nyawa untuk NKRI di tanah Timor Timur sangatlah menampar mereka yang memiliki kebiasaan hanya memanfaatkan teman saat bersenang lalu meninggalkannya saat si teman sedang dalam kesusahan.
Mungkinkah itu adalah sebuah sindiran telak dan keras kepada seorang petinggi negara lainnya yang juga seorang pengusaha dan kini merangkap sebagai Wakil Presiden ??
Nama seorang JK bukanlah baru di dunia perpolitikan. Ketika beliau masih menjabat sebagai Ketua Umum Golkar, beliau bersama bersama beberapa fungsionaris Golkar lainnya memberikan penghargaan Widya Bhakti Karya Pratama kepada mantan penguasa rezim Orde Baru, Suharto padahal apa yang dilakukannya tersebut adalah terang terangan bertentangan dengan apa yang dirasakan oleh rakyat Indonesia yang telah muak dengan Sang Diktator kurup.
Sedangkan di dunia bisnis nama JK sudah tak asing lagi dengan kelompok Kalla Group.
Kemahiran
seorang JK berdiplomasi dan melakukan pendekatan dengan segudang
pengalaman di bidang politik dan bisnis telah memincut hati Megawati
memasangkannya dengan Jokowi, sehingga membuat JK menyandang posisi
Wakil Presiden RI sebanyak dua kali.
Menurut logika saya, sangatlah mustahil bila seorang JK yang pernah menjadi Ketua Umum Partai tidak mengetahui “permainan kotor” para petinggi partainya untuk mengeruk uang negara.
Perlu
diingat bahwa sebagian uang haram yang diperoleh para kader partai
harus disetorkan ke partai untuk menunjang kelangsungan hidup partai
terutama digunakan untuk pilkada atau lebih lebih extremnya untuk
pemilu. Kalau cuma mengandalkan gaji pokok, bagaimana bisa melakukan
setoran wajib ke partai ?? dan bagaimana mungkin parta bisa
berkembang ??
Memanglah benar apa yang dikatakan sebagian orang bahwa untuk berhasil dalam politik harus pintar memainkan drama sinetron.
Berulang kali LP mengakui memiliki hubungan baik dengan Riza dan SN walau hanya sebatas teman usaha. Beliau juga dengan lantang mengatakan bahwa kasus Freeport adalah kasus wajar dan tidak perlu dibesar besarkan dengan alasan pemberian saham Freeport sebesar 20% adalah suatu hal aneh.
Saya
setuju dengan logika Luhut Panjaitan bahwa yang berhak memberikan
saham Freeport secara gratis adalah komisioner Freeport yang tentunya
harus melalui rapat para pemegang saham di US, apalagi jumlahnya
tidak tanggung tanggung 20%.
Namun, satu hal yang LP tidak sebutkan di muka publik adalah Sarana Pendukung yang akan menghasilkan uang haram dimana para pejabat koruptor “memaksa” Freeport membeli jasa mereka dalam bentuk kerja sama Sarana Pendukung untuk kegiatan Freeport di tanah Papua.
Bukankah
LP sendiri yang mengakui bahwa pada pertemuan bulan April 2012 LP
diajak oleh CEO Freeport - Jim Bob untuk kerjasama dengan Freeport ??
walaupun akhirnya dibatalkan.
Bila
Freeport dapat meraup keuntungan Milyard-an US dollar, sepertinya
tidak ada alasan bagi Freeport menolak untuk memberikan 20% saham
kepada para penegak hukum koruptor di Indonesia daripada harus
hengkang dari bumi pertiwi.
Muncul pemikiran seekor udang dari balik karang. Apakah dengan gaya bicara ceplas ceplosnya kini LP malah sedang menutupi “sesuatu” ??
Dengan terkuaknya kasus yang melibatkan juragan minyak Riza Chalid yang telah menjalankan bisnis dan menjalin hubungan baiknya dengan Keluarga Cendana sejak puluhan tahun lalu dan terus berlangsung hingga kini telah membuat para petinggi partai dan pejabat beserta mantan pejabat negara merasa ketar ketir dan blingsatan mencari lubang jendela menghindari pengapnya ruang gerak.
Bagaikan pucuk dicinta ulam tiba. Kesalahan seorang SN yang terlalu sembrono memainkan perannya sungguh nikmat dan gurih untuk dikunyah oleh JK, apalagi sebagian besar rakyat Indonesia telah “menghakimi” SN sebagai calon terpidana.
Sejauh mana keterlibatan SN, JK dan LP yang ketiganya berasal dari Partai Golkar dalam kasus Freeport ??
Saat ini hanya mereka yang terlibat yang tau jawabannya, sedangkan rakyat Indonesia masih dipaksa untuk tetap sabar menikmati sinetron sampai kisahnya tamat atau mungkin kelak juga dipaksa untuk menggigit jari saat kasus ini dipeti-es-kan.
Selamat
pagi dan sejahtera selalu.
Raymond
Liauw.
No comments:
Post a Comment