Monday, October 9, 2017

SURAT TERBUKA UNTUK BAPAK EGGY SUDJANA



Setelah menonton cuplikan video anda di Youtube, saya tertarik untuk mengomentari pendapat anda dimana anda mengatakan semua agama di luar Islam harus dihapus dari Indonesia.
Sepertinya anda terlalu lebay dan mulai frustasi karena sudah tau anda akan gagal untuk menjadikan NKRI sebagai negara Khilafah.

Dalam surat ini saya rasa tidaklah penting membahas kenapa saya memilih ajaran Katholik sebagai pedoman hidup saya daripada ajaran agama lainnya. Begitupun juga bagaimana saya meyakini bahwa Yesus Kristus adalah Roh Allah / Kalam Allah / Firman Allah / atau Anak Allah yang kami imani sebagai Tritunggal Mahakudus - Kesucian dan Kekudusan yang sudah ada dan tidak dapat dipisahkan sejak sebelum dunia tercipta antara Allah Putra, Allah Bapa dan Allah Roh Kudus.
Kalau anda tidak dapat menerima konsep pemahaman keimanan kami tersebut saya tidak menyalahkan anda karena anda bukanlah seorang Katholik, tetapi anda telah kebablasan menyebutkan bahwa agama di luar Islam tidak sesuai dengan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.

Bila ada sekelompok orang yang tersinggung dengan omongan anda dan akan melaporkan anda kepada pihak Kepolisian, saya anggap itu adalah suatu hal biasa dimana setiap warga negara Indonesia berhak memiliki perlindungan hukum dari pemerintah.

Dalam video tersebut, anda mengakui bahwa pengetahuan anda terbatas mengenai agama di luar Islam, jadi alangkah tidak elok jika anda membahas masalah agama lain selain Islam apalagi melecehkannya.
Keimanan seseorang tidak akan dapat diuji dengan intelektualitas manusia itupun kalau manusia tersebut punya intelektual.
Sebagai seorang pengacara saya yakin bahwa anda memang memiliki intelektual dalam pendidikan hukum tetapi saya meragukan anda memiliki intelektual dalam pikiran dan hati nurani anda.

Para pendiri NKRI sejak awalnya sudah memikirkan dan memutuskan apa yang menjadi dasar negara Indonesia untuk menjalankan roda pemerintahan setelah Indonesia merdeka demi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. NKRI bukanlah negara agama atau milik suatu agama tertentu atau suku tertentu atau golongan tertentu.
NKRI adalah milik bangsa Indonesia yang beragam suku, budaya, agama, maupun bahasa.
Penduduk Indonesia di Sulawesi Utara, Ambon, Irian Jaya, Bali adalah sebagian besar Non Muslim, tetapi mereka adalah pemilik NKRI. Jadi bukan hanya karena anda beragama Islam mayoritas lantas anda mengaku ngaku bahwa NKRI adalah cuma milik rakyat Indonesia yang beragama Islam.

Anda bukan lagi seorang anak kecil yang masih duduk di bangku SDN Kandang Kambing maka saya tidak perlu sebutkan satu persatu nama nama pahlawan Indonesia Non Muslim yang telah gugur melawan penjajah. Mereka rela kehilangan nyawanya demi terlepas dari penjajahan dan memperoleh kemerdekaan.
Apakah anda pernah berkorban hingga tetesan darah terakhir anda untuk memperjuangkan setiap jengkal tanah di Kalimantan yang diakui oleh negara Malaysia ??
Apakah anda pernah berjuang rela meregangkan nyawa melawan para rampok ikan di perairan Indonesia ??
Oohhh...... iya... ya... saya ingat kalau anda pernah membela boss First Travel yang telah menipu dan merampok uang para calon Haji dan calon Umroh.

Aahhh... lagi lagi anda lebay dengan mengatakan bahwa hanya agama Islam yang sesuai dengan Pancasila. Untuk itu saya mau tanya kepada anda. Siapa saja yang anda maksud dengan umat Islam ???
Apakah hanya umat Islam yang seakidah dengan diri anda atau termasuk juga Islam bermazhab Syiah, Ahmadyiah, atau mazhab lainnya ???

Kalau anda benar benar ingin menjadi seorang pahlawan di zaman ini, dengan profesi sebagai Pengacara, cukuplah anda tidak membela mereka yang merampok uang rakyat dan koruptor, juga janganlah mengganggu kabinet kerja Pemerintahan Presiden Jokowi agar kerja mereka tidak terhambat untuk membangun negeri Indonesia tercinta.

Sebenarnya ingin sekali saya menulis lebih panjang lagi tetapi waktu saya sangat terbatas, jadi akan saya akhiri surat ini.

Semoga cinta kasih Tuhan Yesus Kristus selalu menyertai anda berserta keluarga anda.


Hormat saya,
Raymond Liauw

No comments:

Post a Comment