Thursday, March 22, 2018

RUPIAH MELEMAH ?, SIAPA TAKUT !!



Pada awal bulan Maret ini, Rupiah sempat menyentuh level Rp.13.800 per USD.
Pihak BI menggunakan cadangan devisa untuk menahan lajunya melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap USD.

Kalau dibandingkan dengan anjloknya mata uang dari negara Rusia, Mexico apalagi Brazil sudah tentu Rupiah lebih baik, namun kita perlu juga membandingkannya dengan negara tetangga atau Jepang atau China.

Beberapa bulan lalu, saya memang pernah memposting artikel tentang menguatnya nilai Rupiah terhadap USD yang dalam artikel tersebut juga saya tekankan:
“Janganlah anda merasa senang bila saat itu Rupiah menguat karena hampir semua mata uang asing menguat terhadap USD. Itu memang strategy pemerintah Trump untuk mengatur neraca perdagangan US. Tetapi, bila Rupiah anjlok terhadap USD, justru itulah yang perlu anda pertanyakan”.

Saya ambil contoh, dari perbandingan Rupiah dengan 6 mata uang asing (Phillipine, Singapore, Malaysia, Jepang, China dan Euro) sejak tahun 2014, hanya Rupiah dan Phillipine Peso yang trendnya menunjukan pelemahan. Sedangkan 5 lainnya mengalami penguatan.
Perlukah anda panik hanya karena Rupiah melemah terhadap USD ??
Tidak Perlu lah.

Dengan menguatnya 1 USD menjadi Rp.13.800 saja anda sudah uring uringan dan memaki maki Pemerintahan Jokowi gara gara harga barang kemahalan apalagi kalau USD lompat jadi Rp.20.000.
Anda selalu berharap harga barang barang turun semurah murahnya tetapi anda tidak pernah memperhitungkan kemampuan daya beli anda terhadap barang barang tersebut.

Ketika terjadi krisis ekonomi di US tahun 2007-2010, banyak sekali toko pakaian men-discount dagangannya hingga 70%-80%, tetapi tetap saja tokonya sepi karena daya beli masyarakat US saat itu juga melemah. Akibatnya, banyak toko gulung tikar alias out of business.

Di zaman Orde Baru harga barang barang masih murah tetapi hanya sedikit orang yang memiliki kemampuan daya beli untuk membeli barang barang tersebut. Dulu jumlah mobil sedikit karena rakyat tidak punya uang untuk beli mobil walaupun harganya murah.
Kini lihatlah kota kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan sudah kian macet dan semrawut karena semakin banyaknya mobil pribadi padahal harga mobil sekarang jauh lebih mahal dibanding zaman Presiden Suharto.
Kenapa ?? Karena daya beli rakyat Indonesia sekarang jauh lebih kuat dibanding saat zaman Orba.

Satu contoh pasti dan nyata adalah dulu harga bensin di Papua Rp100.000 / liter tidak ada yang protest. Kini harga bensin di Papua bisa sama dengan di Pulau Jawa hanya ada pada pemerintahan Presiden Jokowi. Hal ini menunjukan bahwa walaupun nilai tukar Rupiah melemah terhadap USD sejak 2014 tetapi Presiden Jokowi justru malah mampu meningkatkan kemampuan daya beli rakyatnya.

Perlu anda ketahui bahwa menguatnya nilai tukar Rupiah terhadap USD tidak akan berarti bagi anda bila daya beli anda menjadi lemah.
Begitupun juga dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD tidak akan berarti bagi anda bila daya beli anda menguat.


Sejahtera dan sehat selalu.
Raymond Liauw

No comments:

Post a Comment